Laman

Kamis, 16 Oktober 2014

Islam Periode Utsman Bin Affan

MAKALAH
Islam Periode Utsman Bin Affan
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Sejarah Peradaban Islam




 














Disusun  Oleh
M. Bakhrudin
INSTITUT STUDY ISLAM FAHMINA
Kota Cirebon-Jawa Barat
2013

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Kuasa atas segala rahmat, inayah, taufik dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada  Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya yang setia hingg akhir zaman, Amiin.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan, baik dari segi materi maupun dari cara penulisannya, keterbatasan pengetahuan dan kurangnya pengalaman merupakan salah satu kendala dalam pengerjaan makalah ini, sehingga penulis merasa bahwa makalah ini masih jauh dalam bentuk kesempurnaan.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya buat penulis sendiri dan juga pembaca pada umumnya, penulis mengharapkan saran dan kritk yang sifatnya membangun dari pembaca sekalian, sehingga penulis dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya bisa lebih baik.
















DAFTAR ISI

Halaman Judul
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Rumusan Masalah
1.3. Tujuan Penulisan
BAB I PEMBAHASAN
2.1. Biografi  Utsman Bin Affan
2.2. Proses Pengangkata Utsman Bi Affan
2.3. Gaya Kepemimpinan Utsman Bin Affan
2.4. Ekspansi Daerah Kekuasaan
2.5. Perekonomian
2.6. Sosial Budaya dan Pendidikan
2.7. Akhir Kekhalifahan
2.8. Terbunuhnya Khalifah Utsman Bin Affan
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan
3.2. Saran

DAFTAR PUSTAKA







BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Khulafaur Rasyidin adalah para sahabat Nabi yang setia mendampingi perjuangan Nabi, mereka menggantikan perjuangan dengan tetap memegang ajaran Nabi Muhammad SAW. Pada makalah ini adalah Khalifah Utsman bin Affan. Pada masa itu Utsman  mengembangkan peradaban sebagai bentuk kemajuan agama islam yang telah dikembangkan khalifah sebelumnya, yaitu Abu Bakar dan Umar. Maka kita sebagai umat yang hidup setelah mereka akan mendapatkan jalan lurus apabila mengikuti perjalanannya.
1.2. Rumusan Masalah
1.        Bagaimana proses pengangkatan khalifah Utsman Bin Affan?
2.        Bagaimana Utsman bin Affan memimpin?
3.        Bagaimana situasi dan kondisi masyarakat masa itu?
1.3. Tujuan Penulisan
1.3.1.           Tujuan Umum.
1.  Untuk memenuhi tugas kuliah
1.3.2.           Tujuan khusus
1.      Untuk mengetahui proses pengangkatan  khalifah Utsman Bin Affan
2.      Untuk mengetahui bagaiman khalifah Utsman Bin Affan memimpin
3.      Untuk mengetahui bagaimana situasi dan kondisi masyarakat, saat dipimpin  oleh khalifah Utsman Bin Affan












BAB II PEMBAHASAN


2.1.   Biografi Usman Bin Affan
Utsman bin Affan, yang mempunyai nama lengkap Utsman ibn Affan ibn Abdil Ash ibn Umayyah ibn Al-Manaf, Utsman merupakan anak dari pasangan Affan dan Urwy. Beliau lahir enam tahun setelah penyerangan Ka’bah oleh pasukan bergajah (6 tahun dari kelahiran Nabi), atau lebih tepatnya pada tahun 576 H di Tha’if. Utsman masuk islam pada usia 30 tahun atas ajakan Abu Bakar. Utsman mendapatkan kehormatan untuk menikahi dua orang putri Rasulullah SAW Ruqayyah dan Ummi Kultsum secara berurutan, yaitu setelah yang satu meninggal,[1] dan beliau diberi julukan sebagai Dzun Nurain.
Sebelum memeluk Islam, ia sudah dikenal sebagai seorang pedagang yang kaya raya. Ia juga mempunyai sifat-sifat mulia lainnya, seperti sederhana, jujur, cerdas, shaleh dan dermawan. Ketika telah memeluk agama Islam, pada usia usia 34 tahun bersama Thalhah bin Ubaidilah, selain dikenal sebagai salah seorang sahabat terdekat nabi, ia juga dikenal sebagai seorang penulis wahyu. Ia selalu bersama Rasulullah SAW, dan selalu mengikuti semua peperangan kecuali perang Badar karena Rasulullah SAW memerintahkan Utsman untuk menunggui istrinya, Ruqoyyah, yang saat itu sedang sakit keras.
Sebagai seorang hartawan yang kaya raya, Utsman mempergunakan hartanya demi kejayaan Islam. Ia tak segan-segan menyumbangkan hartanya untuk biaya perang, maupun hal-hal lain yang berhubungan dengan penyebaran dan kehormatan agama Islam.
Khalifah Utsman adalah sahabat Nabi yang teermasuk dalam muhajir pertama ke Yatsrib. Beliau termasuk orang yang shaleh, bukan hanya shaleh dalam hal ritul tetapi beliau juga shaleh dalam hal sosial. Hal ini terbukti dengan belia mengorbankan semua hartanya demi kepentingan umat islam. Dimulai dari pembelian telaga milik yahudi seharga 12.000 dirham, mewakafkan tanah seharga 15.000 dinar untuk perluasan masjid Nabawi, menyerahkan 940 ekor unta, 60 ekor kuda, 10.000 dinar untuk keperluan Jaisyul Usrah pada perang Tabuk, bahkan setiap hari jum’at, beliau membebaskan satu budak laki-laki dan satu budak prempuan, dan masih banyak juga yang lainnya[2].
2.2.   Proses Pengangkatan Usman Bin Affan
Sebelum meninggal, Umar telah memanggil tiga calon penggantinya,  yaitu Utsman, ‘Ali, dan Sa’ad bin Abi Waqash. Dalam pertemuan yang secara bergantian, umar berpesan agar penggantinya tidak mengangkat kerabat sebagai pejabat (Munawwir Syadzali, 1993: 30). Disamping itu, Umar juga membentuk dewan formatur yang yang bertugas untuk memilih penggantinya, dewan formatur tersebut berjumlah 6 orang. Mereka adalah ‘Ali, Utsman, Sa’ad bin Abi Waqash. Abd ar-Rahman bin Auf, Zubair Bin Awwam, dan Thlhah bin Ubaidillah. Disamping itu, Abdullah bin Umar juga dijadikan anggota, tetapi tidak memiliki hak suara.
Mekanisme pemilihan khalifah ditentukan sebagai berikut. Pertama, yang berhak menjadi khalifah adalah yang dipilih oleh anggota formatur dengan suara terbanyak. Kedua, apabila suara terbagi secara berimbang (3:3), maka Abdullah bin Umarlah yang berhak menentukannya. Ketiga, apabila campur tangan dari Abdullah bin Umar tidak diterima, maka calon yang dipilih oleh Abd ar-Rahman bin Auf harus diangkat menjadi khalifah, kalau ternyata ada yang menentangnya, maka penentang itu hendaklah dibunuh (Hasan Ibrahim, 1954: 254-255).
Alasan Umar menunjuk keenam orang tersebut karena ia merasa tidak sebaik Abu Bakar dalam menunjuk penggantinya, juga tidak sebaik Rasulullah SAW untuk membiarkan para sahabat memilih pengganti. Maka diambillah jalan tengah dengan membentuk tim formatur untuk bermusyawarah menentukan pengganti dirinya. 
Karena kelompok tersebut  beranggotakan 6 orang, maka untuk mencegah terjadinya suara yang sama ketika diadakan voting, dimasukkanlah Abdullah bin Umar, putra Umar bin Khattab. Abdullah bin Umar hanya berhak memilih, namun tak berhak untuk dipilih sebagai khalifah. Dari hasil voting, terpilihlah Utsman bin Affan sebagai khalifah selanjutnya. Ia dipilih pada bulan Dzulhidzah tahun 23 H dan dilantik pada awal Muharram 24 H.
Setelah disepakati bersama, mereka membai’at Utsman dan diikuti oleh umat islam. Pada saat pembaiatan telah selesai, Utsman berpidato di depan kaum muslimin diantara pidatonya adalah:
“ Alhamdulillah, wahai para manusia bertaqwalah kalian kepada allah!, sesungguhnya dunia yang telah diberitahukan kepada kita oleh Allah bahwa ia hanyalah permainan, hiburan,penghias, keangkuhan diantara kalian dan memperbanyak harta dan anak. Seperti hujan lebat yang membuat orang kafir terlena kepada tumbuhan yang tumbuh dan dikemudian hari berubah menguning dan hancur (membusuk), di akhirat nanti ada tiga hal, siksa Allah yang sangat pedih, pengampunan dan ridhoNya. Tiada kehidupan dunia kecuali hanyalah kenikmatan yang menipu, hamba yang paling baik adalah orang yang menyerah dan menyandarkan diri pada Allah dan kitabNya waktu di dunia”.
2.3.   Gaya Kepemimpinan
Utsman bin affan dikenal sebagai seorang pemimpin yang familier dan humanis. Namun gaya kepimimpinan yang familier berdampak kurang baik, yaitu munculnya nepotisme dalam pemerintahan Ustman, sebab Utsman kemudian banyak mengangkat pejabat-pejabat Negara dari kerabatnya sendiri dan kurang mengkomodir pejabat di luar kerabat beliau. Inilah yang kemudian menyebabkan munculnya kerusuhan dan pergolakan pemerintahannya. Namun demikian, semasa kepemimpinannya Khalifah Utsman berhasil mengkodifikasikan mushaf Al-Qur’an yang merupakan salah satu keberhasilan yang luar biasa.
2.4.  Ekspansi Daerah Kekuasaan
Utsman bin Affan Menjabat sebagai khalifah semenjak 23-35 H atau 644-656 Masehi. Ia merupakan khalifah yang memerintah terlama, yaitu 12 tahun. Dari segi politik, pada masa pemerintahannya ia banyak melakukan perluasan daerah islam dan merupakan khalifah yang paling banyak melakukan perluasan. Hal ini sebanding dengan lamanya ia menjabat sebagai khalifah. Pada masanya, Islam telah berkembang pada seluruh daerah Persia, Tebristan, Azerbizan dan Armenia. Pesatnya perkembangan wilayah Islam didasarkan karena tingginya semangat dakwah menyebarkan agama Islam. Selain itu, sikap para pendakwah Islam yang santun dan adil membuat Islam mudah untuk diterima para penduduk wilayah-wilayah tersebut.

Selain banyak melakukan perluasan daerah, dari segi politik, Utsman adalah khalifah pertama yang membangun angkatan laut. Alasan pembuatan angkatan laut tersebut masih berhubungan dengan keinginan untuk memperluas daerah Islam. Karena untuk mencapai daerah-daerah yang akan ditaklukkan harus melalui perairan, Utsman berinisiatif untuk membentuk angkatan laut. Selain itu, pada saat itu banyak terjadi serangan-serangan dari laut. Hal ini semakin memperkuat alasan Utsman untuk membentuk angkatan laut.
2.5.  Perekonomian
Dari segi ekonomi, yaitu tentang pelaksanaan baitul maal, Ustman hanya melanjutkan pelaksanaan yang telah dilakukan pada masa sebelumnya, yaitu Abu Bakar dan Umar. Namun, pada masa Utsman, Ia dianggap telah melakukan korupsi karena terlalu banyak mengambil uang dari baitul maal untuk diberikan kepada kerabat-kerabatnya. Padahal, tujuan dari pemberian uang tersebut karena Utsman ingin menjaga tali silaturahim. Selain itu, disamping dari segi baitul maal, Utsman juga meningkatkan pertanian. Ia memerintahkan untuk menggunakan lahan-lahan yang tak terpakai sebagai lahan pertanian.
Dari segi pajak, Utsman, sama seperti dari segi baitul maal, melanjutkan perpajakan yang telah ada pada masa Umar. Namun sayangnya, pada masa Utsman pemberlakuan pajak tidak berjalan baik sebagaimana ketika masa Umar. Pada masa Utsman, demi memperlancar ekonomi dalam hal perdagangan, ia banyak melakukan perbaikan fasilitas, seperti perbaikan jalan-jalan dan sebagainya.
2.6.  Sosial Budaya dan Pendidikan
Dari dimensi sosial budaya, ilmu pengetahuan berkembang dengan baik. Pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan erat kaitannya dengan perluasan wilayah Islam. Dengan adanya perluasan wilayah, maka banyak para sahabat yang mendatangi wilayah tersebut dengan tujuan mengajarkan agama Islam. Selain itu, adanya pertukaran pemikiran antara penduduk asli dengan para sahabat juga menjadikan ilmu pengetahuan berkembang dengan baik. Dari segi sosial budaya, Utsman juga membangun mahkamah peradilan. Hal ini merupakan sebuah terobosan, karena sebelumnya peradilan dilakukan di mesjid. Utsman juga melakukan penyeragaman bacaan Al Qur’an juga perluasan Mesjid Haram dan Mesjid Nabawi.
Penyeragaman bacaan dilakukan karena pada masa Rasulullah Saw, Beliau memberikan kelonggaran kepada kabilah-kabilah Arab untuk membaca dan menghafalkan Al Qur’an menurut lahjah (dialek)  masing-masing. Seiring bertambahnya wilayah Islam, dan banyaknya bangsa-bangsa yang memeluk agama Islam, pembacaan pun menjadi semakin bervariasi. Akhirnya sahabat Huzaifah bin  Yaman mengusulkan kepada Utsman untuk menyeragamkan bacaan, Utsman pun lalu membentuk panitia yang diketuai oleh Zaid bin Tsabit untuk menyalin mushaf yang disimpan oleh Hafsah dan menyeragamkan bacaan Qur’an.
Perluasan Mesjid Haram dan Mesjid Nabawi sendiri dilakukan karena semakin bertambah banyaknya umat muslim yang melaksanakan haji setiap tahunnya.
2.7.  Akhir Kekhalifahan
Para pencatat sejarah membagi masa pemerintahan Utsman menjadi dua periode, enam tahun pertama merupakan masa pemerintahan yang baik dan enam tahun terakhir adalah merupakan masa pemerintahan yang buruk. Pada akhir pemerintahan Utsman, terjadi banyak konflik, seperti tuduhan nepotisme dan tuduhan pemborosan uang Negara.
Tuduhan pemborosan uang Negara, terjadi karena Utsman dianggap terlalu boros dalam mengambil uang baitul maal untuk diberikan kepada kerabatnya, dan tuduhan nepotisme karena Utsman dianggap mengangkat pejabat-pejabat yang merupakan kerabatnya. Padahal, tuduhan ini terbukti tidak benar, karena tidak semua pejabat yang diangkat merupakan kerabatnya. Selain itu, meski kerabatnya sendiri, jika pejabat tersebut melakukan kesalahan, maka Utsman tidak segan-segan untuk menghukum dan memecatnya.
Sayangnya, tuduhan nepotisme itu terlalu kuat. Sehingga banyak yang beranggapan bahwa Utsman melakukan nepotisme. Hal ini diperkuat dengan adanya golongan Syiah, yaitu golongan yang sangat fanatik terhadap Ali dan berharap Ali yang menjadi khalifah, bukan Utsman. Fitnah yang terus melanda Utsman inilah yang memicu kekacauan dan akhirnya menyebabkan Utsman terbunuh di rumahnya setelah dimasuki oleh sekelompok orang yang berdemonstrasi di depan rumahnya. Setelah meninggalnya Utsman, Ali lalu ditunjuk menjadi penggantinya untuk mencegah kekacauan yang lebih lanjut.
2.8.  Terbunuhnya Khalifah Utsman
Utsman bin Affan terbunuh di rumahnya sendiri pada saat penduduk mesir dan kuffah beranggapan bahwa Utsman telah melakukan nepotisme dan didukungnya golongan yang fanatik terhadap Ali bin Abi Thalib dan berharap Ali yang menjadi kholifah. Anggapan tersebut muncul dari seorang berdarah yahudi yang bernama Abdullah bin Saba’, hingga akhirnya mereka pergi ke Madinah untuk meminta Utsman memecat pejabat yang dianggap menyeleweng atau mengundurkan diri dari kekhalifahan, tetapi permintaan itu ditolak oleh Utsman.
Penolakan tersebut mengakibatkan konflik yang sangat besar. Mereka mengepung rumah Utsman dan menyusup kedalam. Utsman yang saat itu sedang membaca Al-Qur’an dan berpuasa dibunuh oleh Hamron bin Sudan As Syaqy yang kemudian membuka pintu perpecahan antara kaum muslimin.
Dari sejarah peradaban pada masa khalifah Utsman, kita melihat berbagai pengetahuan tentang bagaimana agama islam berkembang pada masa kekhalifahan utsman. Ada berbagai perkembangan yang ada pada saat itu, diantaranya perkembangan dari segi ekonomi, politik, pendidikan, dan lain sebagainya. Usman juga memiliki gaya kepemimpinan yang tersendiri, hal itu sesuai dengan karakter dan pendirian beliau.
Pada masa Usman Bin Affan terjadi berbagai peristiwa yang menjadi sebuah sejarah penting bagi umat setelahnya sebagai pelajaran yang berharga. Dari berbagai peristiwa itu dia menyikapi dengan penuh ikhlas dan perjuangan. Walaupun hingga akhirnya dia terbunuh karena agama Allah.






BAB III PENUTUP

3.1.   Kesimpulan
1.        Mekanisme pemilihan khalifah ditentukan dengan beberapa hal. Pertama, yang berhak menjadi khalifah adalah yang dipilih oleh anggota formatur dengan suara terbanyak. Kedua, apabila suara terbagi secara berimbang (3:3), maka Abdullah bin Umarlah yang berhak menentukannya. Ketiga, apabila campur tangan dari Abdullah bin Umar tidak diterima, maka calon yang dipilih oleh Abd ar-Rahman bin Auf harus diangkat menjadi khalifah, kalau ternyata ada yang menentangnya, maka penentang itu hendaklah dibunuh (Hasan Ibrahim, 1954: 254-255).
2.        Karya besar monumental Utsman bin Affan adalah membukukan al-qur’an, yang dilatar belakangi oleh banyaknya keragaman dalam pembacaan al-qur’an.
a.        Saran
Semoga apa yang penulis uraikan diatas, dapat menambah sedikit wawasan kepada temen-teman mahasiswa, dan saya berharap teman-teman tidak merasa puas dengan apa yang sudah penulis paparkan. Kami sangat mengharapkan kritik maupun sarannya dari teman-teman, demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah yang kami susun ini bisa bermanfaat untuk kita semua.
























DAFTAR  PUSTAKA

Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, Pustaka Setia, Bandung, 2008
Ira M. Lapidus. History of islamic Societies, Terjemah Ghufron Amas'adi. Jakarta: Raja Grapindo Persada.



[1] Ira M. Lapidus. History of islmaic Societies, Terj Ghufron Amas’adi. Jakarta: Raja Grapindo Persada.
[2] Dedi Supriyadi,  Sejarah Peeradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008) halaman 86

Islamisasi Nusantara

MAKALAH
Islamisasi Perspektif Lokal dan Global
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Pengantar Study Islam Nusantara











Disusun Oleh:
M. Bakhrudin
INSTITUT STUDY ISLAM FAHMINA
Kota Cirebon-Jawa Barat
2013


KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Kuasa atas segala rahmat, inayah, taufik dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada  Nabi Muhammad SAW, kelurga, sahabat, dan para pengikutnya yang setia hingg akhir zaman, Amiin.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan, baik dari segi materi maupun dari cara penulisannya, keterbatasan pengetahuan dan kurangnya pengalaman merupakan salah satu kendala dalam pengerjaan makalah ini, sehingga penulis merasa bahwa makalah ini masih jauh dalam bentuk kesempurnaan.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya buat penulis sendiri dan juga pembaca pada umumnya, penulis mengharapkan saran dan kritk yang sifatnya membangun dari pembaca sekalian, sehingga penulis dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya bisa lebih baik.











DAFTAR ISI

Halaman Judul
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
1.1.    Latar Belakang
1.2.    Rumusan Masalah
1.3.    Tujuan Pemikiran
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Proses Islamisasi dan Perkembangan Islam di Indonesia
2.2. Situasi dan Kondisi Umum Wilayah Nusantara
2.3. Teori  Tentang Masuknya Islam ke Nusantara
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan
3.2. Saran







BAB I PENDAHULUAN

1.1.      Latar Belakang
Sejarah masuknya Islam ke wilayah Nusantara sudah berlangsung demikian lama, sebagian berpendapat bahwa Islam masuk  pada abad ke-7 M  yang datang lansung dari Arab. Pendapat lain mengatakan bahwa Islam masuk pada abad ke-13, dan ada juga yang berpendapat bahwa Islam masuk pada sekitar abad ke 9 M atau 11 M . Perbedaan pendapat tersebut dari pendekatan historis semuanya benar, hal tersebut didasari bukti-bukti sejarah serta peneltian para sejarawan yang menggunakan pendekatan dan  metodenya masing-masing.
Berdasarakan beberapa buku dan keterangan sumber referensi sejarah, bahwa Islam mulai berkembang di Nusantara sekitar abad 13 M . hal tersebut tak lepas dari  peran tokoh serta ulama yang hidup pada saat itu, dan diantara tokoh yang sangat berjasa dalam proses Islamisasi di Nusantara terutama di tanah Jawa adalah “ Walisongo”. Peran Walisongo dalam proses Islamisasi di tanah Jawa sangat besar. Tokoh Walisongo yang begitu dekat dikalangan masyarakat muslim kultural  Jawa sangat mereka hormati. Hal ini karena ajaran-ajaran dan dakwahnya yang unik serta sosoknya yang menjadi teladan serta ramah terhadap masyarakat Jawa sehingga dengan mudah Islam menyebar ke seluruh wilayah Nusantara.
1.2. Rumusan Masalah
1.                       Bagaimana proses islamisasi di nusantara?
2.                       Bagaimana situasi dan kondisi wilayah nusantara?
3.                       Bagaimana teori tentang masuknya islam ke indonesia?
1.3. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini selain untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Islam Nusantara, yaitu untuk mengetahui dan  menambah wawasan kepada para pembaca mengenai sejarah islam dinusantara, serta dapat memberikan tambahan referensi bagi para pembaca.


BAB II PEMBAHASAN
Pada masa kedatangan dan penyebaran Islam di Indonesia terdapat beraneka ragam suku, bangsa, organisasi pemerintahan, struktur ekonomi, dan sosial budaya. Suku bangsa Indonesia yang bertempat tinggal di daerah-daerah pedalaman, jika dilihat dari sudut antropologi budaya, belum banyak mengalami percampuran jenis-jenis bangsa dan budaya dari luar, seperti dari India, Persia, Arab, dan Eropa. Struktur sosial, ekonomi, dan budayanya agak statis dibandingkan dengan suku bangsa yang mendiami daerah pesisir. Mereka yang berdiam di pesisir, lebih-lebih di kota pelabuhan, menunjukkan ciri-ciri fisik dan sosial budaya yang lebih berkembang akibat percampuran dengan bangsa dan budaya dari luar.
2.1.    Proses Islamisasi di Indonesia
Menurut Hasan Muarif Ambary ada tiga tahap proses islami­sasi di Nusantara.
Pertama, fase kehadiran para pedagang muslim (abad ke-1 sampai ke-4 H). Sejak permulaan abad Masehi kapal-kapal dagang Arab sudah mulai berlayar ke wilayah Asia Tenggara. Akan tetapi apakah ada data tentang masuknya penduduk asli ke dalam Islam? Meskipun ada dugaan bahwa dalam abad ke-1 sampai ke-4 H terdapat hubungan perkawinan antara pe­dagang muslim dengan penduduk setempat, sehingga mereka memeluk agama Islam. Pada abad ke 1-4 H / 7-10 M Jawa tidak disebut-sebut sebagai tempat persinggahan pedagang. Mengenai adanya makam Fatimah binti Maimun di Leran Gresik dengan angka tahun 475 H/1082 M bentuk maesan dan jiratnya menunjukkan pola gaya hias makam dari abad ke-16 M. Fatimi berpendapat bahwa nisan itu ditulis oleh orang Syiah dan ia bukan seorang muslim Jawa, tetapi seorang pendatang yang sebelumnya bermukim di timur jauh.
Kedua, fase terbentuknya kerajaan Islam (13-16 M). Pada fase ini ditandai dengan munculnya pusat-pusat kerajaan Islam. Ditemukannya makam Malik al-Shaleh yang terletak di kecamatan Samudra di Aceh utara dengan angka tahun 696 H/1297 M merupakan bukti yang jelas adanya kerajaan Islam di Pasai. Historiografi tradisional lokal, Hikayat Raja-raja Pasai dan Sejarah Melayu Malik, menyebutkan penguasa pertama kerajaan Samudra Pasai adalah Malik al-Shalih. Akan tetapi, di Barus telah ditemukan makam seorang perempuan yang bernama Tuhar Amisuri dengan angka tahun 602 H. Hal ini membuktikan bahwa pada permulaan abad ke-13 M sudah ada pemukiman masyarakat Islam di Barus[1]..

Di Jawa sudah ada bukti yang kuat tentang keberadaan ma­syarakat muslim, terutama di pesisir utara. Adanya batu nisan batu nisan bekas pemakaman orang-orang Islam di Trowulan dan Troloyo, dekat Mojokerto, yang diduga sebagai pusat pemerintahan kerajaan Majapahit memberikan suatu gambaran bahwa makam-makam itu merupakan makam-makam orang muslim Jawa dan bukan kuburan orang muslim Asing. Hal ini dapat diketahui dari angka tahun angka tahun pada nisan itu yang menggunakan angka tahun Saka dan Jawa Kuno, jarang menggunakan tahun Hijriyah. Batu nisan yang pertama ditemukan di Trowulan berangka tahun Saka 1290 (1368-1369 M) dan ada beberapa batu nisan di Troloyo yang memuat angka tahun Saka  1298 sampai 1533 (1376-1611 M)1).
Adapun peninggalan tertua dari kaum Muslimin yang ditemukan di Indonesia terdapat di Gresik, Jawa Timur. Berupa komplek makam Islam, yang salah satu diantaranya adalah makam seorang Muslimah bernama Fathimah binti Maimun. Pada makamnya tertulis angka tahun 475 H / 1082 M, yaitu pada jaman Kerajaan Singasari. Diperkirakan makam-makam ini bukan dari penduduk asli, melainkan makam para pedagang Arab.
Sejak akhir abad ke-15 M dan permulaan abad ke-16 M pusat-pusat perdagangan di pesisir utara, seperti Gresik, Demak, Cirebon, dan Banten telah menunjukkan kegiatan keagamaan yang dilakukan oleh para wali di Jawa. Kemudian pada abad ke-16 M kegiatan itu muncul sebagai kekuatan politik dengan adanya kerajaan Demak sebagai penguasa Islam pertama di Jawa yang berhasil menyerang ibukota Majapahit. Para wali dengan bantuan kerajaan Demak, kemudian Pajang dan Mataram dapat mengembangkan Islam ke seluruh daerah-daerah penting di Jawa, bahkan di luar Jawa, seperti ke Banjarmasin, Hitu, Ternate, Tidore, dan Lombok[2].
Ketiga fase perlembagaan Islam. Agama Islam yang berpusat di Pasai tersebar luas ke Aceh di Pesisir Sumatra, Semenanjung Malaka, Demak, Gresik, Banjarmasin, dan Lombok. Bukti persebarannya ditemukan cukup banyak. Di Semenanjung Melayu ditemukan bentuk-bentuk nisan yang menyerupai bentuk-bentuk batu nisan Aceh. Di Kuwin Banjarmasin tepatnya di komplek pemakaman Sultan Suriansyah (Raden Samudra) terdapat batu nisan yang mempunyai kesamaan dengan batu nisan yang ada di Demak dan Gresik. Di pemakaman Seloparang terdapat sebuah batu nisan yang memiliki gaya Jawa Timur.
Dalam  masa kedatangan dan penyebaran Islam di Indonesia, terdapat negara-negara yang bercorak Indonesia-Hindu. Di Sumatra terdapat kerajaan Sriwijaya dan Melayu; di Jawa, Majapahit; di Sunda, Pajajaran; dan di Kalimantan, Daha dan Kutai.
Agama Islam yang datang ke Indonesia mendapat perhatian khusus dari kebanyakan rakyat yang telah memeluk agama Hindu. Agama Islam dipandang lebih baik oleh rakyat yang semula menganut agama Hindu, karena Islam tidak mengenal kasta, dan Islam tidak mengenal perbedaan golongan dalam masyarakat. Daya penarik Islam bagi pedagang-pedagang yang hidup di bawah kekuasaan raja-raja Indonesia-Hindu agaknya ditemukan pada pemikiran orang kecil. Islam memberikan sesuatu persamaan bagi pribadinya sebagai anggota masyarakat muslim. Sedangkan menurut alam pikiran agama Hindu, ia hanyalah makhluk yang lebih rendah derajatnya daripada kasta-kasta lain. Di dalam Islam, ia merasa dirinya sama atau bahkan lebih tinggi dari pada orang-orang yang bukan muslim, meskipun dalam struktur masyarakat menempati kedudukan bawahan.
Proses islamisasi di Indonesia terjadi dan dipermudah karena adanya dukungan dua pihak, yaitu:
a.          Orang-orang muslim pendatang yang mengajarkan agama Islam
b.         Golongan masyarakat Indonesia sendiri yang menerimanya.
Dalam masa-masa kegoncangan politik, ekonomi, dan sosial budaya, Islam sebagai agama dengan mudah dapat memasuki & mengisi masyarakat yang sedang mencari pegangan hidup, lebih-lebih cara-cara yg ditempuh oleh orang-orang muslim dalam menyebarkan agama Islam, yaitu menyesuaikan dengan kondisi sosial budaya yang telah ada. Dengan demikian, pada tahap permulaan islamisasi dilakukan dengan saling pengertian akan kebutuhan & disesuaikan dengan kondisi masyarakatnya. Pembawa dan penyebar agama Islam pada masa-masa permulaan adalah golongan pedagang, yang sebenarnya menjadikan faktor ekonomi perdagangan sebagai pendorong utama untuk berkunjung ke Indonesia. Hal itu bersamaan waktunya dengan masa perkembangan pelayaran dan perdagangan internasional antara negeri-negeri di bagian barat, tenggara, dan timur Asia[3].
Kedatangan pedagang-pedagang muslim seperti halnya yang terjadi dengan perdagangan sejak zaman Samudra Pasai dan Malaka yang merupakan pusat kerajaan Islam yang berhubungan erat dengan daerah-daerah lain di Indonesia, maka orang-orang Indonesia dari pusat-pusat Islam itu sendiri yang menjadi pembawa dan penyebar agama Islam ke seluruh wilayah kepulauan Indonesia.

Tata cara islamisasi melalui media perdagangan dapat dilakukan secara lisan dengan jalan mengadakan kontak secara langsung dengan penerima, serta dapat pula terjadi dengan lambat melalui terbentuknya sebuah perkampungan masyarakat muslim terlebih dahulu. Para pedagang dari berbagai daerah, bahkan dari luar negeri, berkumpul dan menetap disuatu daerah, baik untuk sementara maupun untuk selama-lamanya, sehingga terbentuklah suatu perkampungan pedagang muslim. Dalam hal ini orang yang bermaksud hendak belajar agama Islam dapat datang atau memanggil mereka untuk mengajari penduduk pribumi.
Selain itu, penyebaran agama Islam dilakukan dgn cara perkawinan antara pedagang muslim dgn anak-anak dari orang-orang pribumi, terutama keturunan bangsawannya. Dengan perkawinan itu, terbentuklah ikatan kekerabatan dengan keluarga muslim.
Media seni, baik seni bangunan, pahat, ukir, tari, sastra, maupun musik, serta media lainnya, dijadikan pula sebagai media atau sarana dalam proses islamisasi. Berdasarkan berbagai peninggalan seni bangunan dan seni ukir pada masa-masa penyeberan agama Islam, terbukti bahwa proses islamisasi dilakukan dengan cara damai. Kecuali itu, dilihat dari segi ilmu jiwa dan taktik, penerusan tradisi seni bangunan dan seni ukir pra-Islam merupakan alat islamisasi yang sangat bijaksana dan dengan mudah menarik orang-orang nonmuslim untuk dengan lambat-laun memeluk Islam sebagai pedoman hidupnya.
Dalam perkembangan selanjutnya, golongan penerima dapat menjadi pembawa atau penyebar Islam untuk orang lain di luar golongan atau daerahnya. Dalam hal ini, kontinuitas antara penerima dan penyebar terus terpelihara dan dimungkinkan sebagai sistem pembinaan calon-calon pemberi ajaran tersebut. Biasanya santri-santri pandai, yang telah lama belajar seluk-beluk agama Islam di suatu tempat dan kemudian kembali ke daerahnya, akan menjadi pembawa dan penyebar ajaran Islam yang telah diperolehnya. Mereka kemudian mendirikan pondok-pondok pesantren. Pondok pesantren merupakan lembaga yang penting dalam penyebaran agama Islam.
Agama Islam juga membawa perubahan sosial dan budaya, yakni memperhalus dan memperkembangkan budaya Indonesia. Penyesuaian antara adat dan syariah di berbagai daerah di Indonesia selalu terjadi, meskipun kadang-kadang dalam taraf permulaan mengalami proses pertentangan dalam masyarakat. Meskipun demikian, proses islamisasi di berbagai tempat di Indonesia dilakukan dengan cara yang dapat diterima oleh rakyat setempat, sehingga kehidupan keagamaan masyarakat pada umumnya menunjukkan unsur campuran antara Islam dengan kepercayaan sebelumnya. Hal tersebut dilakukan oleh penyebar Islam karena di Indonesia telah sejak lama terdapat agama (Hindu-Budha) dan kepercayaan animisme.
Pada umumnya kedatangan Islam dan cara menyebarkannya kepada golongan bangsawan maupun rakyat umum dilakukan dengan cara damai, melalui perdagangan sebagai sarana dakwah oleh para mubalig atau orang-orang alim. Kadang-kadang pula golongan bangsawan menjadikan Islam sebagai alat politik untuk mempertahankan atau mencapai kedudukannya, terutama dalam mewujudkan suatu kerajaan Islam.
2.2.    Situasi dan Kondisi Umum Wilayah Nusantara
Wilayah Nusantara yang nantinya disebut Indonesia ketika itu cakupannya tidak hanya sebatas wilayah yang terletak antara 5054‘’ LU sampai 110LS dan 95001’BT sampai 141002’BT setidaknya sama dengan wilayah nusantara sebagaimana disebutkan dalam kitab Nagarakertagama masa Majapahit. Posisi itu menunjukkan bahwa wilayah ini berada di daerah khatulistiwa dan daerah tiupan angin musim Indo-Australia. Iklimnya berhawa tropis dengan curah hujan tinggi. Iklim dengan angin musim menyebabkan adanya musim kemarau dan musim penghujan dengan lama yang berbeda-beda untuk tiap wilayah menurut keletakannya[4].
2.3.    Teori tentang masuknya Islam ke Nusantara
Penyebaran agama Islam di Nusantara pada umumnya berlangsung melalui dua proses.
a.              Penduduk pribumi berhubungan dengan agama Islam kemudian menganutnya.
b.             Orang-orang Asing Asia, seperti Arab, India, dan Cina yang telah beragama  Islam bertempat tinggal secara permanen di satu wilayah Indonesia, melakukan perkawinan campuran dan mengikuti gaya hidup lokal. Kedua proses ini mungkin sering terjadi secara bersamaan[5].
Mengenai proses masuk dan berkembangnya agama Islam ke Indonesia, para sarjana dan peneliti sepakat bahwa islami-sasi itu berjalan secara damai, meskipun ada juga penggunaan kekuatan oleh penguasa muslim Indonesia untuk mengislamkan rakyat atau masyarakatnya. Secara umum mereka menerima Islam tanpa meninggalkan kepercayaan dan praktek keagamaan yang lama. Secara umum terdapat 3 teori besar tentang asal-usul penyebaran Islam di Indonesia, yaitu teori Gujarat, teori Makkah dan teori Persia.



BAB III PENUTUP

3.1.       Kesimpulan
a.         Proses islamisasi di nusantara melalui beberapa proses yang panjang sehingga sampai saat ini sejarahnya masih di kenal sepanjang waktu, dengan melalui proses yang sangat panjang itu akhirnya islam di indonesia mengalami perkembangan yang semakin maju dengan mengikuti perkembangan zaman.
b.        Pada masa kedatangan dan penyebaran Islam di Indonesia terdapat beraneka ragam suku, bangsa, organisasi pemerintahan, struktur ekonomi, dan sosial budaya.
c.         Mereka yang berdiam di pesisir, terutama di kota pelabuhan, menunjukkan ciri-ciri fisik dan sosial budaya yang lebih berkembang akibat percampuran dengan bangsa dan budaya dari luar.
d.        Dalam  masa kedatangan dan penyebaran Islam di Indonesia, terdapat negara-negara yang bercorak Indonesia-Hindu. Di Sumatra terdapat kerajaan Sriwijaya dan Melayu; di Jawa, Majapahit; di Sunda, Pajajaran; dan di Kalimantan, Daha dan Kutai.
3.2.       Saran
Semoga apa yang penulis uraikan diatas, dapat menambah sedikit wawasan kepada temen-temen mahasiswa, dan saya berharap teman-teman tidak merasa puas dengan apa yang sudah penulis paparkan. Sehingga teman-teman mau menggali kembali tentang  sejarah islam di nusantara.












DAFTAR PUSTAKA

Hasan Muarif Ambary, Menemukan Peradaban Jejak Arkeologis dan Historis Islam Indonesia (Jakarta: Logos, 1998),
M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modem (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,1991),



[1] Hasan Mu’arif Ambary, Menemukan Peradaban Jejak Arkeologis dan Historis Islam Indonesia, Jakarta: Logos, 1998, hlm. 58
[2] M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1991), Hlm. 5
[3] Http://elfanhidayat.blogspot.com/2011/10/islamisasi-di-nusantara.html
[4] Ibid
[5] M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern, Op. Cit. Halaman 3