Mengapa harus KDRT?
Kekerasan dalam rumah tangga bukanlah hal aneh dalam kehidupan kita, melainkan sudah menjadi fenomena sosial diseluruh penjuru lapisan masyarakat, baik dari kelas ekonomi atas maupun kelas ekonomi bawah, pada hakikatnya KDRT adalah sebuah kekerasan dalam rumah tangga yang sering terjadi, ironisnya ini tidak hanya dilakukan oleh kaum laki-laki melainkan kaum perempuan juga terlibat didalamnya, akan tetapi tidak dapat dipungkiri lagi, kalau pada kenyataannya yang menjadi korban kekerasan adalah perempuan. mengapa hal ini bisa terjadi?
Pada dasarnya KDRT itu terjadi karena hal-hal yang sifatnya sepele, salah satunya adalah factor ekonomi. Kekerasan dalam rumah tangga juga bisa terjadi karena kurangnya sifat saling mempercayai dan memahami antara dua insan, baik laki-laki maupun perempuan, yang pada hakikatnya persoalan social seperti ini dapat diselesaikan dengan kepala dingin, namun karena sifat egoisme dan anarkismenya yang lebih dominan dalam diri mereka, maka terjadilah kekerasan dalam rumah tangga yang sifatnya aniaya, bahkan sampai pada pembunuhan, disamping itu, KDRT juga terjadi karena dilatar belakangi dengan kurangnya pengetahuan tentang ajaran islam dalam diri mereka, sehingga sangatlah mudah untuk melakukan kekerasan, padahal jika ditinjau lebih jauh ke dalam perjalan Rasulullah saw. Rasulullah Saw, tidak pernah melakukan kekerasan. ketika Beliau dihadapkan dengan suatu masalah dalam keluarganya, Beliau tidak memilih untuk berbicara, melainkan beliau lebih memilih diam dan pergi keluar rumah untuk menyendiri, hampir satu bulan beliau meninggalkan rumah, dan beliau tidur disalah satu ruangan dimasjid, tatkala Rasul sudah merasa tenang, barulah beliau pulang dan membicarakan masalahnya dengan baik dan diselesaikan dengan kepala dingin, yang kemudian berdampak positif, sehingga tidak menimbulkan kekerasan sedikit pun. Sudahlah menjadi hal yang muthlak bagi kita, untuk mencontoh sifat Rasulullah Saw, sebagai uswah dalam kehidupan kita, sehingga jelaslah bahwa Rasulullah Saw tidak pernah melakukan kekerasan terhadap istri-istrinya, justru beliau melarang kepada kaumnya untuk berbuat kekerasan terhadap istri-istri mereka. Bahkan istrinya Aisyah ra, meriwayatkan dalam sebuah hadits, Rasulullah Saw bersabda: yang paling sopan diantara kamu adalah orang yang paling sopan terhadap istrinya”, (Hr. Tirmidzi). Artinya, disini tidak hanya seorang istri yang harus sopan terhadap suaminya, melainkan isteri pun berhak diperlakukan dengan baik dan sopan oleh suaminya.
Allah SWT berfirman dalam al-qur’an surat Al-baqarah:187 yang artinya “kalian perempuan adalah pakaian bagi kalian laki-laki, dan kalian adalah pakaian bagi mereka”, dalam hal ini dijelaskan bahwa dalam sebuah keluarga, suami adalah tempat berlindung bagi isterinya begitu juga sebaliknya, artinya baik dari suami maupun isteri, mereka sama-sama berkewajiban untuk saling melindungi dan tidak untuk saling mendiskriminasi, apalagi sampai membuat kekerasan, jika ditinjau lebih jauh, ternyata kebanyakan mereka kurang memahami apa yang menjadi hak dan kewajiban bagi seorang suami dan istri sebagaimana telah tertulis dalam UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan. Sehingga ironis sekali, ketika sebuah keluarga dihadapkan dengan sebuah masalah, kemudian melakukan KDRT, yang pada dasarnya itu semua tidak akan menyelesaikan masalah, justru memperumit masalah, bahkan bisa jadi menimbulkan masalah baru.
Allah SWT berfirman dalam al-qur’an yang menjelaskan “Jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”. Maksudnya adalah, jagalah diri kita dan keluarga kita, dari hal-hal yang dapat menjerumuakan kita ke dalam api neraka, dan kita dianjurkan untuk saling melindungi dan menasehati, bukan untuk saling menyakiti. Dalam sebuah hadits dijelaskan bahwasannya “para suami yang memukul istrinya bukanlah termasuk orang-orang yang baik diantara kamu. (Hr. Abu Daud, An-Nasa’I dan Ibnu Majah). Betapa islam menghargai perempuan, yang dengan jelas dipaparkan melalui hadits tersebut, bahkan ini tidak hanya buat para suami melainkan buat semua kaum laki-laki.
Ironisnya, dalam situasi seperti ini, terkadang kasus KDRT sering ditutup-tutupi oleh sikorban dengan alasan budaya, agama, dan system hukum yang belun dipahami oleh para korban, padahal perlindungan oleh Negara dan masyarakat bertujuan untuk memberikan rasa aman terhadap korban dan menindak siapa yang menjadi pelakunya. Namun dalam menindak sipelaku kekerasan, negara belum bisa memberikan sanksi yang berat terhadap sipelaku, sehingga tidak sanksi tersebut tidak memberikan efek jera terhadap para pelaku kekerasan. Mungkin itulah factor yang kadang menjadikan kasus KDRT sebagai persoalan yang biasa terjadi dalam sebuah rumah tangga dan kebanyakan mereka berasumsi bahwa persoalan ini adalah sebagai bumbu-bumbu cinta dalam sebuah rangga, padahal yang namanya bumbu, itu untuk membuat sesuatu menjadi nikmat, bukannya menjadi laknat, dan pada kenyataanya, itu semua tidaklah benar, bahkan tanpa kita sadari, hal seperti ini justru membawa dampak yang sangat buruk pada proses perkembangan anak-anak, terutama dalam hal pembentukam karakter dan watak anak-anak kita, mengapa demikian? Karena pada hakikatnya, setiap anak yang dibesarkan dalam sebuah tindak kekerasan, maka akan menjadi pelaku kekerasan dikemudian hari, karena pada dasarnya, perilaku anak-anak dibentuk oleh 3 faktor, yaitu lingkungan keluarga, teman bergaul, dan lingkunga sekitar, tatkala ketiga lingkungan itu baik maka yang terbentuk dalam karakter dan wataknya adalah baik, egijuga sebalikna. Ironisnya para orang tua, tidak memperdulikan apa yang ada disekeliling mereka, bahkan dengan mudahnya mereka melakukakan kekerasan didepan anak-anak mereka, yang pada dasarnya perilaku anak-anak berada dalam proses pembelajaran, yaitu dengan menggunakan teori modeling, yang mana teori itu adalah teori dimana anak-anak akan menirukan apa saja yang para orang tua lakukan saat itu, meskipun pembentukannya berada dalam jangka waktu yang lumayan panjang.
Lantas seperti apakah yang mendasari kebahagiaan dalam rumah tangga? Kebahagiaan dalam rumah tangga yang baik, hanya dapat didirikan diatas nilai-nilai kemanusiaan yang tertanam dalam diri mereka masing-masing, baik dari suami maupun dari istri, apabila sudah tertanam dengan kuat dalam sanubari keduanya, maka mereka akan dapat masuk kedalam wilayah lahir dan bathin “ Hak dan Kewajiban Perempuan, hal:76”. Terkadang dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menemukan pasangan suami isteri yang mempunyai derajat kepandaian dan pendidikan tinggi yang sama, namun mereka tidak saling memahami, meskipun sudah mereka coba, hal ini karena perbedaan watak dan karakteristik yang ada pada dua insane tersebut. Dalam mempertahankan suatu hubungan tersebut, yang paling dibutuhkan adalah sifat saling percaya, saling pengertian, dan saling menghargai. Jika hal ini sudah ada dalam diri meeeka maing-masing, maka mudahlah bagi mereka untuk melakukan semua aktifitas dengan tenang. Jika tidak, maka yang timbul adalah sifat saling cemburu, yang kadang-kadang berlebihan, apalagi kalau sudah diselimuti dengan rasa curiga yang berlebihan, maka yang timbul adalah hilangnya take control pada diri mereka, sehingga terkadang sang suami melarang istrinya untuk beraktifitas diluar sana, karena dalam dirinya telah tersirat perasaan yang suram, seperti rasa takut kehilangan dan takut diambil orang lain, kalau sudah begini adanya, maka seorang istri akan kurang bergaul dan berbaur dengan masyarakat sekitar, padahal dalam hidup bermasyarakat kita perlu yang namanya interaksi social, hal seperti inilah yang memberikan dampak yang buruk terhadap ikatan perkawinan setiap insan. Karena sifat seorang suami yang sangat pencemburu, bias menjadi pemicu dalam sebuah perceraian bahkan sampaipada kekerasan dalam rumah tangga. Lantas sikap yang seperti apakah yang harus diambil oleh seorang istri?
Tatkala seorang istri melihat suaminya yang melakukan nusyuz, seperti tidak memenuhi kewajiban terhadap dirinya, maka sikap yang harus diambil oleh seorang istri adalah melakukan musyawarah, yaitu dengan mempertemukan salah satu keluarga diantara mereka dan membicarakannya dengan baik, apabila dengan cara seperti ini tidak bisa, maka istri dapat mengadukannya kepada hakim untuk dinasihati, bila tidak dapat dinasihati hakim dapat melarang istri untuk tidak taat pada suami, bahkan hakim bisa memutuskan untuk pisah ranjang, akan tetapi suami tetap berkewajiban terhadap istrinya dalam hal memberi nafkah.
Disinilah nilai-nilai islamiyah nampak begitu indah. Mungkin itulah mengapa islam mengajarkan kepada setiap pemeluknya untuk bisa berta’aruf terlebih dahulu sebelum menikah, karena dengan ta’aruf kita akan saling mengenal dan memahami, tidak hanya dari sebuah nama, akan tetapi lebih dari itu semua, yaitu mengenal watak dan karakteristik mereka yang berbeda dengan kita. Sehingga ketika kita sudah bisa memahami perbedaan diantara keduanya , maka akan terjalin hubungan yang harmonis dan terciptalah yang namanya keluarga sakinah, mawaddah, wa rahmah.
Islam tidak membenarkan seorang suami melakukan perbuatan yang kejam terhadap istrinya, baik secara lahir maupun bathin, karena pada dasarnya islam mempunyai prinsipil, seperti nilai-nilai egilatarian, keadilan, dan kemanusiaan. Wallahu A’lam
Kekerasan dalam rumah tangga bukanlah hal aneh dalam kehidupan kita, melainkan sudah menjadi fenomena sosial diseluruh penjuru lapisan masyarakat, baik dari kelas ekonomi atas maupun kelas ekonomi bawah, pada hakikatnya KDRT adalah sebuah kekerasan dalam rumah tangga yang sering terjadi, ironisnya ini tidak hanya dilakukan oleh kaum laki-laki melainkan kaum perempuan juga terlibat didalamnya, akan tetapi tidak dapat dipungkiri lagi, kalau pada kenyataannya yang menjadi korban kekerasan adalah perempuan. mengapa hal ini bisa terjadi?
Pada dasarnya KDRT itu terjadi karena hal-hal yang sifatnya sepele, salah satunya adalah factor ekonomi. Kekerasan dalam rumah tangga juga bisa terjadi karena kurangnya sifat saling mempercayai dan memahami antara dua insan, baik laki-laki maupun perempuan, yang pada hakikatnya persoalan social seperti ini dapat diselesaikan dengan kepala dingin, namun karena sifat egoisme dan anarkismenya yang lebih dominan dalam diri mereka, maka terjadilah kekerasan dalam rumah tangga yang sifatnya aniaya, bahkan sampai pada pembunuhan, disamping itu, KDRT juga terjadi karena dilatar belakangi dengan kurangnya pengetahuan tentang ajaran islam dalam diri mereka, sehingga sangatlah mudah untuk melakukan kekerasan, padahal jika ditinjau lebih jauh ke dalam perjalan Rasulullah saw. Rasulullah Saw, tidak pernah melakukan kekerasan. ketika Beliau dihadapkan dengan suatu masalah dalam keluarganya, Beliau tidak memilih untuk berbicara, melainkan beliau lebih memilih diam dan pergi keluar rumah untuk menyendiri, hampir satu bulan beliau meninggalkan rumah, dan beliau tidur disalah satu ruangan dimasjid, tatkala Rasul sudah merasa tenang, barulah beliau pulang dan membicarakan masalahnya dengan baik dan diselesaikan dengan kepala dingin, yang kemudian berdampak positif, sehingga tidak menimbulkan kekerasan sedikit pun. Sudahlah menjadi hal yang muthlak bagi kita, untuk mencontoh sifat Rasulullah Saw, sebagai uswah dalam kehidupan kita, sehingga jelaslah bahwa Rasulullah Saw tidak pernah melakukan kekerasan terhadap istri-istrinya, justru beliau melarang kepada kaumnya untuk berbuat kekerasan terhadap istri-istri mereka. Bahkan istrinya Aisyah ra, meriwayatkan dalam sebuah hadits, Rasulullah Saw bersabda: yang paling sopan diantara kamu adalah orang yang paling sopan terhadap istrinya”, (Hr. Tirmidzi). Artinya, disini tidak hanya seorang istri yang harus sopan terhadap suaminya, melainkan isteri pun berhak diperlakukan dengan baik dan sopan oleh suaminya.
Allah SWT berfirman dalam al-qur’an surat Al-baqarah:187 yang artinya “kalian perempuan adalah pakaian bagi kalian laki-laki, dan kalian adalah pakaian bagi mereka”, dalam hal ini dijelaskan bahwa dalam sebuah keluarga, suami adalah tempat berlindung bagi isterinya begitu juga sebaliknya, artinya baik dari suami maupun isteri, mereka sama-sama berkewajiban untuk saling melindungi dan tidak untuk saling mendiskriminasi, apalagi sampai membuat kekerasan, jika ditinjau lebih jauh, ternyata kebanyakan mereka kurang memahami apa yang menjadi hak dan kewajiban bagi seorang suami dan istri sebagaimana telah tertulis dalam UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan. Sehingga ironis sekali, ketika sebuah keluarga dihadapkan dengan sebuah masalah, kemudian melakukan KDRT, yang pada dasarnya itu semua tidak akan menyelesaikan masalah, justru memperumit masalah, bahkan bisa jadi menimbulkan masalah baru.
Allah SWT berfirman dalam al-qur’an yang menjelaskan “Jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”. Maksudnya adalah, jagalah diri kita dan keluarga kita, dari hal-hal yang dapat menjerumuakan kita ke dalam api neraka, dan kita dianjurkan untuk saling melindungi dan menasehati, bukan untuk saling menyakiti. Dalam sebuah hadits dijelaskan bahwasannya “para suami yang memukul istrinya bukanlah termasuk orang-orang yang baik diantara kamu. (Hr. Abu Daud, An-Nasa’I dan Ibnu Majah). Betapa islam menghargai perempuan, yang dengan jelas dipaparkan melalui hadits tersebut, bahkan ini tidak hanya buat para suami melainkan buat semua kaum laki-laki.
Ironisnya, dalam situasi seperti ini, terkadang kasus KDRT sering ditutup-tutupi oleh sikorban dengan alasan budaya, agama, dan system hukum yang belun dipahami oleh para korban, padahal perlindungan oleh Negara dan masyarakat bertujuan untuk memberikan rasa aman terhadap korban dan menindak siapa yang menjadi pelakunya. Namun dalam menindak sipelaku kekerasan, negara belum bisa memberikan sanksi yang berat terhadap sipelaku, sehingga tidak sanksi tersebut tidak memberikan efek jera terhadap para pelaku kekerasan. Mungkin itulah factor yang kadang menjadikan kasus KDRT sebagai persoalan yang biasa terjadi dalam sebuah rumah tangga dan kebanyakan mereka berasumsi bahwa persoalan ini adalah sebagai bumbu-bumbu cinta dalam sebuah rangga, padahal yang namanya bumbu, itu untuk membuat sesuatu menjadi nikmat, bukannya menjadi laknat, dan pada kenyataanya, itu semua tidaklah benar, bahkan tanpa kita sadari, hal seperti ini justru membawa dampak yang sangat buruk pada proses perkembangan anak-anak, terutama dalam hal pembentukam karakter dan watak anak-anak kita, mengapa demikian? Karena pada hakikatnya, setiap anak yang dibesarkan dalam sebuah tindak kekerasan, maka akan menjadi pelaku kekerasan dikemudian hari, karena pada dasarnya, perilaku anak-anak dibentuk oleh 3 faktor, yaitu lingkungan keluarga, teman bergaul, dan lingkunga sekitar, tatkala ketiga lingkungan itu baik maka yang terbentuk dalam karakter dan wataknya adalah baik, egijuga sebalikna. Ironisnya para orang tua, tidak memperdulikan apa yang ada disekeliling mereka, bahkan dengan mudahnya mereka melakukakan kekerasan didepan anak-anak mereka, yang pada dasarnya perilaku anak-anak berada dalam proses pembelajaran, yaitu dengan menggunakan teori modeling, yang mana teori itu adalah teori dimana anak-anak akan menirukan apa saja yang para orang tua lakukan saat itu, meskipun pembentukannya berada dalam jangka waktu yang lumayan panjang.
Lantas seperti apakah yang mendasari kebahagiaan dalam rumah tangga? Kebahagiaan dalam rumah tangga yang baik, hanya dapat didirikan diatas nilai-nilai kemanusiaan yang tertanam dalam diri mereka masing-masing, baik dari suami maupun dari istri, apabila sudah tertanam dengan kuat dalam sanubari keduanya, maka mereka akan dapat masuk kedalam wilayah lahir dan bathin “ Hak dan Kewajiban Perempuan, hal:76”. Terkadang dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menemukan pasangan suami isteri yang mempunyai derajat kepandaian dan pendidikan tinggi yang sama, namun mereka tidak saling memahami, meskipun sudah mereka coba, hal ini karena perbedaan watak dan karakteristik yang ada pada dua insane tersebut. Dalam mempertahankan suatu hubungan tersebut, yang paling dibutuhkan adalah sifat saling percaya, saling pengertian, dan saling menghargai. Jika hal ini sudah ada dalam diri meeeka maing-masing, maka mudahlah bagi mereka untuk melakukan semua aktifitas dengan tenang. Jika tidak, maka yang timbul adalah sifat saling cemburu, yang kadang-kadang berlebihan, apalagi kalau sudah diselimuti dengan rasa curiga yang berlebihan, maka yang timbul adalah hilangnya take control pada diri mereka, sehingga terkadang sang suami melarang istrinya untuk beraktifitas diluar sana, karena dalam dirinya telah tersirat perasaan yang suram, seperti rasa takut kehilangan dan takut diambil orang lain, kalau sudah begini adanya, maka seorang istri akan kurang bergaul dan berbaur dengan masyarakat sekitar, padahal dalam hidup bermasyarakat kita perlu yang namanya interaksi social, hal seperti inilah yang memberikan dampak yang buruk terhadap ikatan perkawinan setiap insan. Karena sifat seorang suami yang sangat pencemburu, bias menjadi pemicu dalam sebuah perceraian bahkan sampaipada kekerasan dalam rumah tangga. Lantas sikap yang seperti apakah yang harus diambil oleh seorang istri?
Tatkala seorang istri melihat suaminya yang melakukan nusyuz, seperti tidak memenuhi kewajiban terhadap dirinya, maka sikap yang harus diambil oleh seorang istri adalah melakukan musyawarah, yaitu dengan mempertemukan salah satu keluarga diantara mereka dan membicarakannya dengan baik, apabila dengan cara seperti ini tidak bisa, maka istri dapat mengadukannya kepada hakim untuk dinasihati, bila tidak dapat dinasihati hakim dapat melarang istri untuk tidak taat pada suami, bahkan hakim bisa memutuskan untuk pisah ranjang, akan tetapi suami tetap berkewajiban terhadap istrinya dalam hal memberi nafkah.
Disinilah nilai-nilai islamiyah nampak begitu indah. Mungkin itulah mengapa islam mengajarkan kepada setiap pemeluknya untuk bisa berta’aruf terlebih dahulu sebelum menikah, karena dengan ta’aruf kita akan saling mengenal dan memahami, tidak hanya dari sebuah nama, akan tetapi lebih dari itu semua, yaitu mengenal watak dan karakteristik mereka yang berbeda dengan kita. Sehingga ketika kita sudah bisa memahami perbedaan diantara keduanya , maka akan terjalin hubungan yang harmonis dan terciptalah yang namanya keluarga sakinah, mawaddah, wa rahmah.
Islam tidak membenarkan seorang suami melakukan perbuatan yang kejam terhadap istrinya, baik secara lahir maupun bathin, karena pada dasarnya islam mempunyai prinsipil, seperti nilai-nilai egilatarian, keadilan, dan kemanusiaan. Wallahu A’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar