Ketika alam sudah tidak bersahabat!
Jika Allah menghendaki maka tidak akan ada seorang pun yang mampu mencegah bahkan menghentikannya, itulah bahasa takdir yang seharusnya bisa diterima oleh setiap insane sebagaimana mestinya. Namun dalam penerimaannya itu tersirat berbagai rahasia dan hikmah yang amat sangat luar biasa, bagi mereka yang mau mengambil ibrah dari apa yang sudah terjadi.
Saat ini kondisi bangsa kita semakin terpuruk dengan adanya berbagai bencana yang menimpa bangsa kita, ironisnya dari sebuah musibah atau bencana tersebut, kita maupun pemerintah kita, sepertinya enggan untuk mengambil pelajaran dari apa yang sudah terjadi, buktinya adalah banjir di Jakarta, dari tahun ke tahun tidak pernah berkurang, justru semakin bertambah besar, begitu juga dengan yang namanya longsor, sepertinya musibah seperti ini tidak ada habisnya, dan ironisnya lagi, mereka tidak sadar dengan apa yang selama ini mereka lakukan, sehingga dengan begitu mudahnya mereka mengatakan bahwa ini adalah suatu hal yang biasa terjadi. Padahal Allah SWT, sudah menjelaskan dalam firman-Nya yaitu, “Telah nampak kerusakan didarat dan dilaut, disebabkan karena perbuatan tangan manusia. Sehingga Allah memberikan kepada mereka sebagian akibat dari perbuatan mereka, agar mereka kembali kejalan yang benar.” (QS. Al-ruum: 41). Dari ayat tersebut, mengandung penegasan Allah, bahwa kerusakan itu terjadi karena perbuatan manusia, dan seharusnya manusia sadar dan mau mengambil ibrah dari apa yang sudah terjadi pada bangsa ini, jika melihat ke belakang berapa banyak, masyarakat kita yang melakukan penebangan liar, berapa banyak masyarakat kita yang membudayakan buang sampah sembarangan, tanpa mereka sadari ternyata mereka sendirilah yang telah menjadikan bangsa kita menjadi buruk, dan yang menjadikan bangsa kita ini semakin terpuruk, ironisnya para pemerintah hanya memikirkan pembangunan proyek, dari pada memikirkan hutan yang semakin gundul dan lingkungan yang semakin tercemar, sehingga tatkala bencana datang, barulah pemerintah memikirkan itu semua, memang benar, yang namanya penyesalan selalu datang belakangan, namun terkadang penyesalan hanya sekedar menyesal, tanpa ada niat untuk mengambil pelajaran, dan itulah yang menyebabkan bangsa kita semakin terpuruk.
Pada dasarnya alam raya ini Allah ciptakan dengan penuh keserasian dan keterkaitan dengan kehidupan manusia, sehingga segala kerusakan yang terjadi pada alam akan memberikan dampak negatif kepada manusia, dan dampak negatif tersebut juga akan dirasakan oleh manusia, seperti banjir, longsor, bahkan sampai pada perubahan iklim seperti kemarau panjang yang saat-saat ini sudah mulai terjadi. Allah SWT, berfirman “Dan apabila ia berpaling untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan”. (Al-baqarah: 205). Ayat ini menjelaskan bahwa terjadinya kerusakan adalah di darat dan di lautan, mengapa ayat ini tidak menyebutkan udara, karena dalam ayat ini menyebutkan hal yang nampak saja, dan pada saat itu pengetahuan manusia belum sampai pada angkasa. Dalam hal ini jelaslah bahwa Allah SWT, menciptakan alam raya ini dengan satu sistem yang sangat serasi dan sesuai dengan kebutuhan manusia, ironisnya, mereka melakukan kegiatan buruk yang sifatnya merusak, sehingga terjadi ke tidak seimbangan dalam system kerja alam.
Bagaimana bangsa ini akan menjadi “baldatun tayyibatun”, kalau ternyata kita dan pemimpin bangsa kita, hanya bisa menonton, dan hanya diam terpaku dengan apa yang telah terjadi pada bangsa ini. Ada salah seorang pepatah mengatakan “janganlah banyak bicara tetapi sedikit bekerja, jadilah orang yang banyak bekerja sedikit bicara”. Artinya sudahlah menjadi kewajiban seorang pemimpin untuk melindungi dan mengayomi umatnya untuk menjadi umat yang selalu mengatakan sami’na wa atho’na, bagimana masyarakat akan mengucapkan sami’na wa atho’na, kalau ternyata pemimipin kita tidak mengayomi dan membimbing bangsanya kearah yang lebih baik, bangsa ini tidak akan bisa berubah menjadi lebih baik kalau bukan dari bangsa itu sendiri yang mau merubahnya. Allah SWT berfirman “ Bagi tiap-tiap seorang ada malaikat penjaganya silih berganti dari hadapannya dan dari belakangnya, yang mengawas dan menjaganya (dari sesuatu bahaya) dengan perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah apa yang ada pada sesuatu kaum sehingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki untuk menimpakan kepada sesuatu kaum bala bencana (disebabkan kesalahan mereka sendiri), maka tiada siapapun yang dapat menolak atau menahan apa yang ditetapkan-Nya itu, dan tidak ada siapapun yang dapat menolong dan melindungi mereka selain dari pada-Nya”. (QS.Ar-Ra’d :11). Dalam ayat ini dijelaskan bahwa Allah tidak akan mengubah nasib suatu bangsa ataupun kaum, sehingga kaum tersebut yang akan merubahnya, manusia sebelumnya adalah sama, sama-sama tidak mengerti, kemudian siapa yang membuat manusia itu mengerti? Yang membuat manusia itu mengerti adalah diri manusia itu sendiri, begitu juga dengan suatu bangsa, begitu juga dengan bencana, allah tidak akan memberikan suatu bencana kepada suatu bangsa atau kaum, melainkan itu adalah akibat dari kesalahan mereka sendiri.
Siapa yang patut untuk disalahkan?
Ketika bencana sudah bersemayam dalam kehidupan kita, apa yang kita lakukan? Apakah kita akan menyalahkan pemimpin kita, pemerintah kita ataukah justru kita menyalahkan Allah SWT? Na’udzu billahi min dzalik.
Allah SWT, berfirman “Dan apabila Allah menghendaki untuk menimpakan kepada sesuatu kaum bala bencana (disebabkan kesalahan mereka sendiri), maka tiada siapapun yang dapat menolak atau menahan apa yang ditetapkan-Nya itu, dan tidak ada siapapun yang dapat menolong dan melindungi mereka selain dari pada-Nya”. (QS.Ar-Ra’d :11). Artinya Allah SWT, tidak akan memberikan suatu apapun jika kita tidak meminta kepada-Nya, melainkan itu semua adalah disebabkan karena kesalahan diri kita sendiri. Dalam kondisi seperti ini, seharusnya kita tidak perlu bersu’udzan kepada Allah, melainkan yang harus kita lakukan adalah bermuhasabah diri, mengintrosfeksi diri kita masing-masing, sejauh mana mana kita taat kepada Allah, sejauh mana tingkat keimanan kita kepada Allah, dan mengapa hal ini selalu terjadi dalam kehidupan kita. Jika melihat jauh kedalam, ternyata yang membuat bencana itu adalah diri kita sendiri, yang membuat alam ini marah adalah diri kita sendiri, karena begitu mudahnya kita membuang sampah sembarangan, begitu mudahnya kita menebang pohon sembarangan, dan begitu mudahnya kita melakukan kerusakan di alam raya ini, bahkan begitu mudahnya kita membuang limbah di sumber perairan, yang ternyata selama ini menemani hidup kita. Kalau sudah seperti ini adanya, maka pantaslah jika Allah SWT, memberikan bencana kepada kita, karena pada dasarnya diri kita sendirilah yang meminta dan memanggil bencana tersebut, karenanya dalam situasi seperti ini, tidak ada yang bias untuk disalahkan, kecuali menyalahkan diri kita sendiri, seharusnya kita sebagai makhluk social, kita seharusnya mampu menjaga keserasian alam kita, dan kita mampu menjaga keterkaitan alam dengan hidup kita, serta mampu untuk melestarikan alam raya ini, karena dengan demikian maka alam raya ini akan menjadi sahabat dalam kedamaian hidup kita
Manusia adalah makhluk yang telah diciptakan oleh Allah dalam bentuk yang paling sempurna, akan tetapi dari kesempurnaan itu bisa menjadikan diri kita ini hina (sesat) bahkan lebih hina (sesat) dari binatang ternak, mengapa demikian? Manusia mempunyai akal akan tetapi tidak mereka gunakan untuk bertafakur. Bahkam dalam sebuah ayat al-qur’an Allah berfirman “ dan sesungguhnya akan akau jadikan isi neraka jahannam, kebanyakan dari jin dan manusia, mereka punya hatu, akan tetapi tidak digunakan untuk memaahami ayat-ayat Allah, mereka mempunyai mata, akan tetapi tidak digunakan untuk melihat tanda-tanda kekuasaan Allah,dan mereka mempunyai telinga akan tetapi tidak dipergunakan untuk mendengar ayat-ayat Allah, mereka sebagai binatang ternak bahkan lebih sesat dari binatang ternak. Mereka itulah orang-orang yang lalai”, (QS. Al-a’raf:179). Dalam ayat ini dijelaskan bahwa Allah akan menjadikan bahan bakar neraka itu dari golongan jin dan manusia, karena mereka mempunyai hati tidak untuk memahami ayat-ayat Allah, mereka punya mata, tetapi tidak untuk melihat kekuasaan Allah, melainkan ia gunakan untuk mendurhakai Allah seperti halnya untuk bermaksiat, dan mereka punya telinga, tetapi tida ia gunakan untuk mendengar ayat-ayat Allah, dan inilah yang menjadikan manusia itu sama seperti binatang ternak bahkan lebih sesat dari itu. Na’udzu billahi min dzalik.
Jika kita memang makhluk yang sempurna, marilah kita sama-sama memuhasabah diri kita atas apa yang sudah kita lakukan pada alam raya ini, sehingga dengan kita bermuhasabah, semoga kita dapat mengambil pelajaran atas apa yang sudah terjadi pada diri kita, khususnya pada bangsa yang tercinta ini, yaitu bangsa Indonesia. Dan mulailah dari diri kita untuk mencoba memelihara dan melestarikan alam Indonesia ini menjadi alam yang asri, damai, dan nyaman, dan menjadikan bangsa Indonesia ini menjadi “baldatun tayyibatun wa rabbun ghafur”.
Sebagai khalifah dimuka bumi, sudahlah menjadi suatu kewajiban bagi kita selaku umat manusia yang telah Allah ciptakan dalam bentuk yang paling sempurna ini, untuk bias menjaga dan memelihara kelestarian alam ini, agar alam menjadi sahabat dalam kehidupan umat manusia dan isi dari alam tersebut dapat dinikmati oleh semua umat manusia. Islam tidak mengajarkan pemeluknya untuk membuat kerusakan, karena kerusakan itu dapat mengakibatkan keseimbangan alam terganggu, dan mengakibatkan siksaan terhadap manusia itu sendiri, semakin banyak kerusakan yang dibuat oleh manusia, maka semakin parah pula kerusakan yang akan terjadi pada lingkungan tersebut. Hal seperti ini adalah hal yang tidak dapat kita pungkiri lagi, karena dengan adanya keserasian dan keterikatan tersebut, maka bentuk kerusakan yang kecil maupun yang besar, pasti akan membawa dampak yang buruk pada seluruh bagian alam, termasuk manusia itu sendiri, baik yang merusak maupun yang memberikan izin untuk merusak.
Wallahu A’lam Bisshoab.