MAKALAH
Sejarah Arab Para Islam
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Sejarah Peradaban Islam
![]() |
Disusun Oleh
M. Bakhrudin
INSTITUT STUDY ISLAM FAHMINA
Kota Cirebon-Jawa Barat
2013
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin,
puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Kuasa atas segala rahmat, inayah, taufik
dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini
dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Shalawat serta salam semoga
tetap tercurah limpahkan kepada Nabi
Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya yang setia hingg akhir
zaman, Amiin.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan, baik
dari segi materi maupun dari cara penulisannya, keterbatasan pengetahuan dan
kurangnya pengalaman merupakan salah satu kendala dalam pengerjaan makalah ini,
sehingga penulis merasa bahwa makalah ini masih jauh dalam bentuk kesempurnaan.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya buat penulis sendiri
dan juga pembaca pada umumnya, penulis mengharapkan saran dan kritk yang
sifatnya membangun dari pembaca sekalian, sehingga penulis dapat memperbaiki
bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya bisa lebih baik.
DAFTAR ISI
Halaman
Judul
Kata
Pengantar
Daftar
Isi
BAB
I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Rumusan Masalah
1.3. Tujuan Penulisan
BAB
I PEMBAHASAN
2.1. Silsilah Bangsa Arab Pra islam
2.2. Peradaban Arab Pra Islam
2.3. Kondisi Bangsa Arab Pra Islam
BAB
III PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
3.2.
Saran
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sejarah
perkembangan masyarakat bangsa arab dalam kenyataannya tidak dapat dilepaskan
dari sejarah perkembangan Islam. Bangsa arab adalah suatu bangsa yang diasuh
dan dibesarkan oleh Islam dan sebaliknya islam didukung dan dikembangluaskan
oleh bangsa arab.
Konteks kenyataan inilah yang
menarik untuk mengetahui keadaan bangsa arab pra-Islam itu yang berkaitan
dengan aspek-aspek perjalanan sejarah mereka, seperti keadaan geografis jazirah
arab itu, asal-usul, cara hidup penduduk, jenis-jenis bangsa arab, agama dan
kepercayaan, adat-istiadat, dan sesebagainya.
Mengenai
sejarah dan kebudayaan Islam menurut para ahli-ahli sejarah barat maupun timur
diawali dengan uraian tentang sejarah bangsa arab pra-Islam. Hal ini memang
terasa sangat relevan, mengingat negeri dan bangsa arab adalah yang pertama
kali mengenal dan menerima Islam. Hal tersebut merupakan suatu fakta bahwa
agama Islam di turunkan di Jazirah Arab, karena itu sudah barang tentu bangsa
arablah yang pertama kali mendengar, menghayati dan mengenal Islam.
Oleh sebab itu terasa penting
untuk mengetahui keadaan masyarakat arab pra-Islam bagi penelaahan sejarah
kebudayaan Islam dalam hal ini adalah sejarah kelahiran Islam dan kondisi
masyarakat arab pra-Islam, yang lazim disebut “zaman jahiliyyah”.
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1.
Bagaimana silsilah
bangsa Arab Pra Islam?
1.2.2.
Bagaimana
peradaban bangsa Arab Pra Islam?
1.2.3.
Bagaimana
kondisi masyarakat pada saat itu?
1.3.
Tujuan Penulisan
1.3.1.
Tujuan
Umum.
1.
Untuk
memenuhi tugas kuliah
1.3.2.
Tujuan
khusus
1.
Untuk
mengetahui bagaimana silsilah bangsa Arab pada saat itu
2. Untuk mengetahui bagaiman kondisi Arab pada saat itu
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Silsilah Bangsa Arab Pra-Islam
Bangsa Arab mempunyai akar panjang dalam sejarah, mereka termasuk ras atau rumpun bangsa caucasoid,
dalam subras meiteranean yang anggotanya meliputi wilayah sekitar Laut Tengah,
Afrika Utara, Armmenia, Arabia, dan Irania.[1]
Bangsa Arab hidup
berpindah-pindah, nomad, karena tanahnya terdiri atas gurun pasir yang kering
dan sangat sedikit turun hujan. Perpindahan bangsa Arab dari satu tempat ke
tempat lain mengikuti tumbuhnya stepa dipadang rumput yang tumbuh secara
sporadis di tanah Arab. Padang rumput diperlukan oleh bangsa Arab yang disebut juga Badawi,
Badawah, Badui, untuk menggembalakan ternak mereka berupa domba, unta, dan
kuda sebagai binatang unggulannya. Penduduk Arab tinggal di kemah-kemah dan
hidup berburu untuk mencari nafkah, bukan bertani dan berdagang yang tidak
diyakini sebagai kehormatan bagi mereka. Wilayah Arab ini subur dalam
menghasilkan bahan perminyakan.
Para penulis klasik
membagi negeri itu menjadi Arab Felix, Arab Petra, dan Arab Gurun, ini
didasarkan atas pembagian wilayah itu kedalam tiga kekuatan politik pada abad
pertama masehi yakni kawasan yang secara nominal berada dalam kendali persia.
Arab Felix meliputi bagian semenanjung Arab, yang kondisinya tidak banyak diketahui. Arab Petra (gunung
batu) berpusat didataran Sinai dan kerajaan Nabasia dengan ibukota petra. Arab gurun meliputi gurun pasir
Suriah-Mesopotania (badiyah).
Ungkapan orang-orang
Arab pertama kali digunakan dalam literatur Yunani oleh Aeschylus (525-456 S:M)
yang merujuk pada para perwira tinggi Arab yang ikut dalam barisan angkatan
perang Xerxes. Semenanjung Arab adalah sebuah negeri yang sangat makmur dan mewah. Arab merupakan negeri
tempat tumbuhnya tanaman penghasil wewangian dan rempah-rempah lainnya. Ciri
bangsa Arab yang paling memikat para penulis barat ialah ciri yang terakhir
(terutama minyak, pen). Watak orang-orang Arab yang independen telah menjadi
bahan pujian dan kekaguman para penulis Eropa sejak masa lalu
hingga saat ini. Itulah asal-usul bangsa Arab yang memiliki ciri karakteristik
yang unik dan istimewa.[2]
Wilayah geografis yang
didiami bangsa Arab sebelum islam, orang membatasi pembicaraan hanya pada
jazirah Arab padahal bangsa Arab juga mendiami daerah-daerah disekitar jazirah.
Jazirah Arab merupakan kediaman mayoritas bangsa Arab kala itu. Jazirah Arab
terbagi menjadi dua bagian besar yakni bagian tengah dan bagian pesisir. Di
sana tidak ada sungai yang mengalir tetap, yang hanya adalah lembah-lembah
berair dimusim hujan. Sebagian besar daerah jazirah Arab adalah padang pasir sahara
yang terletak di tengah dan memiliki keadaan dan sifat yang berbeda-beda.
Karena itu, ia di bagi menjadi tiga bagian yaitu:[3]
1.
Sahara langit, memanjang 140 mil dari utara ke selatan dan 180 mil dari timur ke barat,
disebut juga sahara Nufud.
2.
Sahara Selatan, yang membentang menyambung sahara langit ke arah timur sampai selatan
persia.
3.
Sahara Harrat, suat daerah yang terdiri atas tanah Hat yang berbatu hitam bagaikan
terbakar.
Penduduk Sahara
minoritas terdiri atas suku-suku Badui yang mempunyai gaya hidup pedesaan dan
nomadik, berpindah dari satu daerah ke daerah lain untuk mencari air dan padang
rumput untuk binatang gembalaan mereka yaitu kambing dan unta. Adapun daerah
pesisir bila dibandingkan dengan Sahara sangat kecil, bagaikan selembar pita
yang mengelilingi jazirah.
Bila di lihat dari
asal-usul keturunan, penduduk jazirah Arab dapat dibagi menjadi dua golongan
besar, yaitu Qathaniyun (keturunan Qahthan) dan ‘Adnaniyun (keturunan
Ismail dan Ibrahim).
Masyarakat baik nomadik
maupun yang menetap, hidup dalam budaya kesukuan badui. Organisasi dan
identitas sosial berakar pada keanggotaan dalam suatu rentang komunitas yang
luas. Kelompok beberapa keluarga membentuk kabilah (clan). Bebrapa
kelompok kabilah membentuk suku (trile) dan dipimpin oleh seorang syekh.
Mereka sangat menekankan
hubungan kesukuan, sehingga kesetiaan atau solidaritas kelompok menjadi sumber
kekuatan bagi suatu kabilah atau suku. Mereka suka berperang. Oleh karena itu, peperangan antar suku sering terjadi.
Sikap ini tampaknya telah menjadi tabiat yang mendarah daging dalam diri orang
Arab.
Akibat peperangan yang
terus menerus, kebudayaan bangsa Arab tidak berkembang. Ahmad Syalabi
menyebutkan, sejarah mereka hanya dapat diketahui dari masa kira-kira 150 tahun
menjelang lahirnya agama islam.[4]
2.2. Peradaban Arab
Pra Islam
Peradaban Arab adalah
akibat pengaruh dari budaya bangsa-bangsa di sekitarnya yang lebih dahulu maju
daripada kebudayaan dan peradaban Arab. Pengaruh itu masuk ke jazirah Arab
melalui beberapa jalur yang terpenting di antaranya adalah :
1.
Melalui hubungan dagang
dengan bangsa lain.
2.
Melalui
kerajaan-kerajaan protektorat, hirah, dan ghassan.
3.
Masuknya misi yahudi
dan kristen.[5]
Melalui jalur
perdagangan, bangsa Arab berhubungan dengan bangsa-bangsa Siria, Persia,
Habsyim Mesir (Qibthi), dan Romawi yang semuanya telah mendapat pengaruh dari
kebudayaan Hellenisme. Penganut agama yahudi juga banyak mendirikan koloni di
jazirah Arab, yang terpenting di antaranya adalah Yatsrib.
Walaupun agama yahudi
dan kristen sudah masuk ke Jazirah Arab, bangsa Arab kebanyakan masih menganut
agama asli mereka yaitu percaya pada banyak dewa, yang diwujudkan dalam bentuk
berhala dan patung.
Orang-orang Arab adalah
orang yang bangga, tetapi sensitif. Kebanggaan itu disebabkan bahwa bangsa Arab
memiliki sastra yang terkenal; kejayaan sejarah Arab, dan mahkota bumi pada
masa klasik dan bahasa Arab sebagai bahasa ibu yang terbaik di antara
bahasa-bahasa lain di dunia. Beberapa sifat lain bangsa Arab pra-islam adalah
sebagai berikut:[6]
1.
Secara fisik, mereka
lebih sempurna dibanding orang-orang eropa dalam berbagai organ tubuh.
2.
Kurang bagus dalam
pengorganisasian kekuatan dan lemah dalam penyatuan aksi.
3.
Faktor keturunan,
kearifan, dan keberanian lebih kuat dan berpengaruh.
4.
Mempunyai struktur
kesukuan yang diatur oleh kepala suku atau clan.
5.
Tidak memiliki hukum
yang reguler, kekuatan pribadi, dan pendapat suku lebih kuat dan diperhatikan.
6.
Posisi wanita tidak
lebih baik dari binatang, wanita dianggap barang-barang dan hewan ternak yang
tidak mempunyai hak. Setelah menikah, suami sebagai raja dan penguasa.
Dalam bidang hukum,
Musthafa Sa’id Al-Khinn sebagaimana dikutip oleh Jaih Mubarok, menyebutkan
bahwa bangsa Arab pra-Islam menjadikan adat sebagai hukum dengan berbagai bentuknya.
Dalam perkawinan, mereka mengenal beberapa macam perkawinan, di antaranya :
1.
Istibadha, yaitu seorang suami meminta kepada
isterinya untuk berjimak dengan laki-laki yang dipandang mulia atau memiliki
kemuliaan tertentu.
2.
Poliandri, yaitu seorang perempuan berjimak dengan beberapa laki-laki, ketika
perempuan itu hamil, maka ia akan mengumpulkan semua laki-laki yang pernah
menyetubuhinya dan perempuan itu akan menunjuk salah satunya untuk menjadi
bapak, dan pihak laki-laki tidak boleh menolak.
3.
Maqthu’, yaitu seorang laki-laki menikahi ibu tirinya, setelah bapaknya meninggal.
Jika anak itu ingin mengawini ibu tirinya maka anak itu wajib melempar kain
kepada ibu tirinya, sebagai tanda bahwa ia menginginkannya, dan ibu tirinya
tidak punya kewenangan untuk menolak.
4.
Badal, yaitu tukar-menukar istri tanpa bercerai terlebih dahulu, dengan tujuan
untuk memuaskan seks dan terhindar dari rasa bosan.
5.
Shighar, yaitu seorang wali menikahkan anak atau saudara perempuan kepada seorang
laki-laki tanpa mahar.
Selain beberapa tipe
perkawinan di atas, Fyzee yang mengutip pendapat Abdur Rahim dalam buku Kasf
Al-Ghumma, menjelaskan beberapa perkawinan lain yang terjadi pada bangsa
Arab sebelum datangnya Islam sebagai berikut :
1.
Bentuk perkawinan yang
diberi sanksi oleh Islam, yakni seseorang meminta kepada orang lain untuk
menikahi saudara perempuan atau budak dengan bayaran tertentu (mirip kawin
kontrak).
2.
Prostitusi, biasanya dilakukan kepada para pendatang atau tamu di tenda-tenda denga
cara mengibarkan bendera sebagai tanda memanggil. Jika wanitanya hamil, ia akan
memilih antara laki-laki yang mengencaninya sebagai bapak dari anak yang
dikandung.
3.
Mut’ah adalah praktik yang umum dilakukan oleh bangsa Arab sebelum Islam meskipun
pada awalnya, Nabi Muhammad SAW membiarkannya tapi selanjutnya melarangnya.
Hanya kelompok syiah itsna ‘ashari yang mengijinkan perkawinan tersebut.
Anderson menambahkan pula bahwa di Arab pada jaman pra-islam, tampaknya
telah ada berbagai macam corak perkawinan boleh jadi mulai dari perkawinan
patrilineal dan patrilokal sampai pada perkawinan matrilineal dan matrilokal,
termasuk juga apa yang dikenal sebagai perkawinan sementara waktu untuk
bersenang-senang (mut’ah).
Dalam kasus lain, anderson menguraikan bahwa bangsa Arab sebelum islam,
sebagaimana orang badui di Arab sekarang, terorganisasikan berdasarkan kesukuan
dan bersifat patriakal. Diluar suku, tidak ada jaminan keamanan, selain hukum.
Pertumpahan darah yang tidak tertulis berdasarkan hukum ini, seseorang harus
dibela oleh sanak keluarganya dari pihak laki-laki, bila dia dibunuh oleh salah
seorang anggota suku lain, sedangkan sanak keluarga dari pihak laki-laki si
pembunuh, jika mereka tidak menghendaki pertumpahan darah lebih lanjut, harus
menyediakan tebusan darah, berupa sejumlah uang imbalan untuk diberikan kepada
“ahli waris”. Oleh karena itu, wajarlah bila keturunan terdekat dari pihak laki-laki
secara hukum berhak mewarisi harta milik seseorang pada saat dia meninggal,
sedangkan para wanita, sanak keluarga jauh dan anak-anak yang belum dewasa
tidak memiliki hak seperti itu.
Uraian singkat di atas menunjukkan bahwa kondisi sosial Arab meskipun
cenderung primitif, memiliki nilai peradaban yang tinggi bahkan menjadi istilah
goldziher, meskipun bangsa Arab cenderung barbarisme, bukan jahiliyah
(bodoh, dungu dan awam).[7]
3.3. Kondisi
Bangsa Arab Pra-Islam
Kondisi Arab Pra-Islam dilihat dalam beberapa aspek diantaranya: Sosial Budaya, Agama, Ekonomi,
dan Politik.
1.
Agama Arab Pra Islam
Paganisme,
Yahudi, dan Kristen adalah agama orang Arab pra-Islam. Pagan adalah agama
mayoritas mereka. Ratusan berhala dengan bermacam-macam bentuk ada di sekitar
Ka’bah. Mereka bahwa berhala-berhala itu dapat mendekatkan mereka pada Tuhan
sebagaimana yang tertera dalam al-Quran. Agama pagan sudah ada sejak masa
sebelum Ibrahim. Setidaknya ada empat sebutan bagi berhala-hala itu: ṣanam,
wathan, nuṣub, dan ḥubal.
Yahudi dianut
oleh para imigran yang bermukim di Yathrib dan Yaman. Tidak banyak data sejarah
tentang pemeluk dan kejadian penting agama ini di Jazirah Arab, kecuali di
Yaman. Dzū Nuwās adalah seorang penguasa Yaman yang condong ke Yahudi.
Dia tidak menyukai penyembahan berhala yang telah menimpa bangsanya.
Adapun
Kristen di Jazirah Arab dan sekitarnya sebelum kedatangan Islam tidak ternodai
oleh tragedi yang mengerikan semacam itu. Yang ada adalah pertikaian di antara
sekte-sekte Kristen yang meruncing. Menurut Muḥammad ‘Ᾱbid al-Jābirī,
al-Quran menggunakan istilah “Naṣārā” bukan “al-Masīḥīyah” dan “al-Masīḥī”
bagi pemeluk agama Kristen. Bagi pendeta Kristen resmi (Katolik, Ortodoks,
dan Evangelis) istilah “Naṣārā” adalah sekte sesat, tetapi bagi
ulama Islam mereka adalah “Ḥawārīyūn”.
2.
Kondisi Ekonomi
Sebagaimana telah disinggung di
atas bahwa sebagian besar daerah Arab adalah daerah gersang dan tandus, kecuali
daerah Yaman yang terkenal subur dan bahwa ia terletak di daerah strategis sebagai
lalu lintas perdagangan. Ia terletak di tengah-tengah dunia dan jalur-jalur
perdagangan dunia, terutama jalur-jalur yang menghubungkan Timur Jauh dan India
dengan Timur Tengah melalui jalur darat yaitu dengan jalur melalui Asia Tengah
ke Iran, Irak lalu ke laut tengah, sedangkan melalui jalur laut yaitu dengan
jalur Melayu dan sekitar India ke teluk Arab atau sekitar Jazirah ke laut merah
atau Yaman yang berakhir di Syam atau Mesir.
Oleh
karena itu, perdagangan merupakan andalan bagi kehidupan perekonomian bagi
mayoritas negara-negara di daerah-daerah ini.
Ditambah lagi dengan kenyataan
luasnya daerah di tengah Jazirah Arab, bengisnya alam, sulitnya transportasi,
dan merajalelanya badui yang merupakan faktor-faktor penghalang bagi
terbentuknya sebuah negara kesatuan dan menggagalkan tatanan politik yang
benar. Mereka tidak mungkin menetap. Mereka hanya bisa
loyal ke kabilahnya.
3.
Kondisi
Politik
Secara global-teritorial, Arab merupakan negeri yang terletak di
semenanjung Arab yang dikelilingi tiga lautan, yaitu Laut Merah di Barat,
Samudera Hindia di Selatan, dan Teluk Persia di sebelah Timur. Letak geopolitik
ini berdampak signifikan pada kondisi sosial bangsa Arab.
Negeri Yaman misalnya, diperintah oleh bermacam-macam suku dan pemerintahan
yang terbesar adalah masa pemerintahan Tababi’ah dari kabilah Himyar. Di bagian Timur Jazirah Arab, dari kawasan Hirah
hingga Iraq, yang ada hanya daerah-daerah kecil yang tunduk kepada kekuasaan
Persia hingga datangnya Islam. Raja-raja Munadzirah sama sekali tidak berdiri
sendiri dan tidak merdeka, tetapi tunduk secara politis di bawah kekuasaan
raja-raja Persia. Bagian Utara Jazirah Arab sama dengan bagian Timur, karena di
daerah itu juga tidak ada pemerintahan bangsa Arab yang murni dan merdeka.
4.
Kondisi Ilmu pengetahuan
Disamping itu, bangsa
Arab sebelum islam juga telah mengembangkan ilmu pengetahuan. Hal ini misalnya
dapat dilihat dari berbagai ilmu pengetahuan yang berkembang di dalam kehidupan
masyarakat Arab pada waktu itu. Di antara ilmu pengetahuan yang mereka kembangkan
adalah astronomi, yang ditemukan oleh orang-orang Babilonia. Mereka Ini Pindah
Ke Negeri Arab pada waktu Negara mereka diserang oleh bangsa Persia. Dari
mereka inilah bangsa Arab belajar banyak ilmu pengetahuan.
Selain itu bangsa arab
sebelum lahirnya agama islam telah mampu mengembangkan ilmu meteorology atau
ilmu iklim, astrologi atau ilmu perbintangan. Pada awalnya ilmu ini
dipergunakan untuk mengetahui kemungkinan terjadinya suatu peristiwa, seperti
perang, damai dan sebagagainya, yang didasarkan pada bintang-bintang. Ilmu
tenung yang banyak disukai masyarakat Arab, berasal dari orang-orang Kaldam
yang bermigrasi ke tanah Arab. Disamping itu masyarakat Arab sebelum Islam juga
telah memiliki pengetahuan tentang cara pengobatan penyakit, yang disebut Al-Thahib.
Ilmu ini juga berasal dari orang-orang Kaldam yang kemudian diambil dan
dikembangkan oleh masyarakat Arab.
5.
Kondisi Bahasa dan Seni Sastra
Sekalipun wilayahnya luas, berhauhan wilayahnya dan beragam suku-sukunya,
bahasa tetap satu. Alat untuk saling memahami dan mempertemukan penduduk
jazirah ini, baik yang menetap maupun yang nomaden, baik yang yang Qathaniyah
maupun yang ‘Adnaniyah, adalah bahasa Arab dalam berbagai dialek dan
wilayahnya, yang dituntut oleh watak dan filsafat bahasanya, dan dituntut oleh
ciri local dan cuaca, ciri penyebaran dan perkumpulannya.
Dalam bidang bahasa dan seni sastra, orang-orang Arab pada masa pra islam
sangat maju. Bahasa mereka sangat indah dan kaya. Syair-syair mereka sangat
banyak. Dalam lingkungan mereka seorang penyair sangat dihormati. Tiap tahun di
pasar Ukaz diadakan deklamasi sajak yang sangat luas.
Khitabah sangat maju, dan inilah satu-satunya alat publisistik yang
amat luas lapangannya. Disamping sebagai penyair, orang-orang arab jahiliyah
juga sangat faasih berpidato dengan bahasa yang indah dan bersemangat. Ahli
pidato mendapat derajat tinggi seperti penyair.
Salah satu kelaziman dalam masyarakat arab jahiliyah adalah mengadakan majelis
atau nadwah sebagai sarana untuk mendeklamasikan sajak, bertanding pidato,
tukar menukar berita dan lain sebagainya.
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Bangsa Arab hidup berpindah-pindah, nomade, hal ini karena tanahnya terdiri
atas gurun pasir yang kering dan sangat sedikit turun hujan. Perpindahan bangsa
Arab dari satu tempat ke tempat lain mengikuti tumbuhnya stepa dipadang rumput
yang tumbuh secara sporadis di tanah Arab.
Walaupun demikian, kondisi sosial Arab yang cenderung primitif, ternyata
memiliki nilai peradaban yang tinggi bahkan menjadi istilah goldziher, meskipun
bangsa Arab cenderung barbarisme, bukan jahiliyah (bodoh, dungu
dan awam).
3.2. Saran
Semoga apa yang penulis uraikan diatas, dapat menambah sedikit
wawasan kepada temen-teman mahasiswa, dan saya berharap teman-teman tidak
merasa puas dengan apa yang sudah penulis paparkan. Kami sangat mengharapkan
kritik maupun sarannya dari teman-teman, demi kesempurnaan makalah ini. Semoga
makalah yang kami susun ini bisa bermanfaat untuk kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
Dedi Supriyadi, Sejarah
Peradaban Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2008
A. Syalabi, Sejarah
Kebudayaan Islam, Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1983
[1] Dedi
Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008) halaman 47
[2] Ibid,
halaman 49
[3] Ibid
halaman 49
[4]A.
Syalabi, Sejarah Kebudayaan Islam, (Jakarta: Pustaka Al-husna, 1983) halama 29
[5] Dedi
Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, Op.Cit. halaman 54
[6] Ibid,
halaman 55
[7] Ibid,
halaman 57
Tidak ada komentar:
Posting Komentar