MAKALAH
PENDIDIKAN BERDASARKAN PENGALAMAN
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
TEORI PENDIDIKAN KRITIS
Disusun Oleh
M. Bakhrudin
INSTITUT STUDY ISLAM FAHMINA
Kota Cirebon-Jawa Barat
2013
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin,
puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Kuasa atas segala rahmat, inayah, taufik
dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini
dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Shalawat serta salam semoga
tetap tercurah limpahkan kepada Nabi
Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya yang setia hingg akhir
zaman, Amiin.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan, baik
dari segi materi maupun dari cara penulisannya, keterbatasan pengetahuan dan
kurangnya pengalaman merupakan salah satu kendala dalam pengerjaan makalah ini,
sehingga penulis merasa bahwa makalah ini masih jauh dalam bentuk kesempurnaan.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya buat penulis sendiri
dan juga pembaca pada umumnya, penulis mengharapkan saran dan kritk yang
sifatnya membangun dari pembaca sekalian, sehingga penulis dapat memperbaiki
bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya bisa lebih baik.
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Rumusan Masalah
1.3. Tujuan Penulisan
BAB I PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Pendidikan dan Pengalaman
2.2. Pendidikan Berbasis Pengalaman
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan
3.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Belajar dari pengalaman merupakan hal yang tidak mudah dilakukan,
apabila kita dapat mengambil pelajaran dari pengalaman yang sudah di alami
tentunya kita termasuk orang yang dapat mengambil sisi baik dari suatu
peristiwa untuk kemudian dapat dijadikan suatu pelajaran yang dapat memberikan
dukungan untuk kehidupan di masa mendatang.
Pengalaman adalah suatu peristiwa yang dialami oleh seseorang
dimasa lalu atau masa yang sudah lampau, setiap orang tentunya mengalami
peristiwa yang berbeda-beda sesuai dengan lingkungan sosial, dan permasalahan
yang dialami.
Jhon Dewey adalah salah seorang tokoh pendidikan yang menciptakan
pola pendidikan partisipatif, dimana metode belajar yang dilakukan dalam
pembelajaran disesuaikan dengan kondisi pengalaman di masyarakat yang sedang dialami,
bertujuan agar siswa dapat berpartisipasi aktif dalam proses pendidikan dan
lebih mengoptimalkan sumber daya yang ada pada diri siswa.
Pendapat bahwa pendidikan berlangsung secara alami yang berlangsung
pada masyarakat itu sendiri, memiliki nilai dan makna membimbing karena
kebiasaan hidup yang dialami oleh generasi lama tidak akan sama dengan yang
dialami oleh generasi berikutnya, itulah sebagai tanda perkembangan peradaban
masyarakat yang terjadi secara alami.
Bagi Jhon Dewey, pendidikan adalah kehidupan itu sendiri untuk itu
Jhon Dewey menarik garis pengalaman sebagai bagian yang penting dalam proses
pendidikan.
1.2. Rumusan Masalah
1.
Apa
yang dimaksud dengan pendidikan dan pengalaman?
2.
Bagaiman pengalaman
menjadi dasar pendidikan?
1.3. Tujuan Penulisan
1.
Untuk
mengetahui apa itu pendidikan dan pengalaman
2.
Untuk
mengetahui bagaimana pengalaman dapat menjadi dasar pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Pendidikan dan Pengalaman
Menurut John Dewey, pendidikan adalah proses kecakapan-kecakapan
fundamental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesama manusia.
Sedangkan pengalaman menurut sudarminta adalah keseluruhan
peristiwa perjumpaan dan apa saja yang
terjadi pada manusia dalam interaksinya dengan alam, diri sendiri, lingkungan
sosial, dan dengan seluruh kenyataan. Pengalaman manusia terus bertambah, dan
tumbuh seiring dengan bertambahnya usia, kesempatan dan tingkat kedewasaan
manusia. Dengan mengalami aneka ragam hal dalam hidupnya, pengalaman manusia
bertambah, seiring dengan bertambahnya usia dan tersedianya sebuah kesempatan,
maka anak akan mengalami banyak hal baru yang bertambah.
Tambahan pengalaman tidak sekedar menjadi tumpukan pengalaman, tetapi dapat terjadi
suatu perpaduan yang memperkaya dan menumbuhkan pribadi yang mengalami, meskipun
hal itu tidak terjadi begitu saja.
Satu hal yang ditekankan oleh John Dewey adalah semua pendidikan
yang sejati muncul melalui pengalaman, tetapi tidaklah berarti jika semua
pengalaman itu murni dan sama-sama mendidiknya.[1]
Ketika
pengalaman akan dijadikan sebagai dasar pendidikan, maka kita perlu mencari apa
yang menjadi prinsip dari pendidikan, karena pada dasarnya prinsip itu terlibat
dalam setiap usaha untuk membeda-bedakan berbagai macam pengalaman. Diantara
prinsip yang diungkapkan oleh john Dewey adalah prinsip kerbelanjutan, pada
dasarnya prinsip ini bertumbuh di atas kebiasaan. Ini terjadi karena orang yang
di kemudian hari memasuki pengalaman-pengalaman baru, dalah orang yang agak
berbeda dari orang yang dulu memasuki pengalaman-pengalaman lama.
Prinsip
kebiasaan ini lebih mendalam ketimbang konsepi yang sering kita dengar, dimana
kebiasaan dianggap sebagai cara melakukan tindakan yang kurang lebih, sudah
mantap, pasti, dan takkan bergeming. Kebiasaan meliputi pembentukan sikap, baik
sikap yang bersifat emosional maupun yang bersifat intelektual, ha ini mencakup
kepekaan-kepekaan dasar kita dan cara kita menghadapi dan menanggapi semua
kondisi kehidupan.
Dari
sudut pandang ini, prinsip
keberlanjutanpengalam berarti setiap pengalaman mengambil sesuatu dari apa yang
sudah diperoleh sebelumnya, sekaligus mengubah sesuatu dalam kualitas
pengalaman yang akan datang.
Menurut
Dewey, dunia ini penciptaannya belum selesai. Segala sesuatu berubah, tumbuh,
berkembang, tidak ada batas, tidak statis, dan tidak ada finalnya. Situasi-situasi
silih berganti karena adanya prinsip keberlanjutan, hal ini disebabkan adanya
sesuatu yang dibawa dari situasi terdahulu ke situasi sekarang, dan situasi
sekarang akan dibawa kesituasi nanti.
Pengetahuan
dan keterampilan apa yang telah ia pelajari disituasi sekarang, akan menjadi
alat untuk memahami dan manangani situasi kelak secara efektif.[2] Bahkan,
hukum moral pun berubah, berkembang menjadi sempurna, tanpa ada batasan hukum
moral dan tidak ada prinsip-prinsip abadi, baik tingkah laku maupun
pengetahuan. Pengalaman (experience) adalah salah satu kunci dalam filsafat
instrumentalisme.
Pengalaman
merupakan keseluruhan aktivitas manusia yang mencakup segala proses yang saling
mempengaruhi antara organisme yang hidup dalam lingkungan sosial dan fisik.
Filsafat instrumentalisme Dewey dibangun berdasarkan asumsi bahwa pengetahuan
berpangkal dari pengalaman-pengalaman dan bergerak kembali menuju pengalaman.
Untuk menyusun kembali pengalaman-pengalaman tersebut diperlukan pendidikan
yang merupakan transformasi yang terawasi dari keadaan tidak menentu ke arah
keadaan tertentu.
2.2.
Pendidikan Berbasis Pengalaman
Berdasarkan uraian
tersebut, pendidikan berbasis pengalaman memiliki pengertian bahwa belajar akan
mencapai tujuan apabila diilustrasikan dengan berbagai kejadian nyata dan
dengan keterlibatan secara menyeluruh yang sesuai dengan aktivitas anak itu
sendiri. Membangun inisiatif dari dalam diri peserta didik adalah cara yang
paling efektif untuk menghantarkan keberhasilan mereka menuju kedewasaan,
mengeksplorasi berbagai potensi, reaktif terhadap perubahan, tumbuhannya sikap
positif, dan lain sebagainya. Karena proses belajar adalah berpikir, berbuat,
bergerak, dan memperkaya pengalaman.
Selain itu paradigma
pendidikan berbasis pengalaman yang dibangun Dewey adalah mengubah pola
hubungan monolog dengan hubungan dialogis, dimana nilai yang dibangun antara
murid dan guru adalah keakraban. Dalam proses pendidikan ini anak-anak
diberikan ruang gerak berkreativitas, berekspresi dan melakukan hal-hal yang
positif, serta ruang gerak yang luas untuk berpikir dan berhasrat, karena
kondisi ini justru menumbuhkan potensi anak untuk berpikir mandiri serta
mengembangkan daya nalarnya.
Pendidikan berbasis
pengalaman lebih memusatkan orientasi pada anak dan memandangnya sebagai subjek
pendidikan, sebagaimana yang dikatakan John Locke:
“Anak bukanlah kertas kosong yang diatasnya akan terdapat goresan tinta
sebagaimana orang dewasa inginkan, karena anak adalah subjek yang hidup dan
memiliki keunikan-keunikan tertentu” (yang juga dikenal dengan teori
tabularasa).”
Kerena itu, peranan
para pendidik dalam hal ini sangat besar, pendidiklah yang mempunyai andil
relatif besar dalam pembentukan karakteristik anak, dengan asumsi bahwa
pengalaman individu selama masa perkembangannya sangat mempengaruhi sikap dan
perilaku siswa dalam kehidupannya sehari-hari.
Prinsip keberlanjutan
berlaku dalam suatu bentuk di tiap kasus, tapi mutu pengalaman yang dijalani saat ini
mempengaruhi cara penerapan prinsip itu sendiri. Disisi lain, jika sebuah
pengalaman menggugah rasa ingin tahu, memperkuat inisiatif, dan menetapkan
hasrat-hasrat serta tujuan yang cukup
mendalam untuk membawa seseorang
melewati tempat-tempat yang terjal di masa depan tanpa berhenti berjuang, maka
keberlanjutan beroperasi dalam cara yang berbeda.
Tiap pengalaman adalah
penggerak, nilai pengalaman hanya bisa dilihat dari ke arah mana dan ke
dalam apa ia bergerak. Kematangan pengalaman mestinya menjadi milik seorang
manusia dewasa, ia mampu menempatkan dirinya diposisi tertentu dimana ia mampu
mengevaluasi tiap pengalaman seorang anak dalam cara dia. Ini adalah urusan
pendidik untuk mengetahui ke arah mana pengalaman anak.
Diantara segenap
kesulitan, kebutuhan akan guru-guru dan orang tua murid yang punya kemampuan
seperti itulah yang menyebabkan sistem penidikan berdasar pengalaman hidup jadi
sulit dijalankan secara sukses, dan lebih gampang mengikuti pendidikan
tradisional.
Tanggung jawab seorang
pendidik, bukan hanya mengikuti prinsip
umum pembentukan pengalaman aktual lewat pengkondisian lingkungan, tapi jug
mengenali secara konkret kondisi-kondisi lingkungan yang macam apa yang dapat
membantu melancarkan jalan pertumbuhan lebih lanjut. Diatas segalanya, para
pendidik harus memanfaatkan lingkungan fisik dan sosial yang ada sehingga
saripatinya disumbangkan ke pembentukan pengalaman yang berharga.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Pendidikan berbasis
pengalaman memiliki pengertian bahwa belajar akan mencapai tujuan apabila
diilustrasikan dengan berbagai kejadian nyata dan dengan keterlibatan secara
menyeluruh yang sesuai dengan aktivitas anak itu sendiri. Membangun inisiatif
dari dalam diri peserta didik adalah cara yang paling efektif untuk
menghantarkan keberhasilan mereka menuju kedewasaan, mengeksplorasi berbagai
potensi, reaktif terhadap perubahan, tumbuhannya sikap positif, dan lain
sebagainya. Karena proses belajar adalah berpikir, berbuat, bergerak, dan
memperkaya pengalaman.
3.2. Saran
Semoga apa yang
penulis uraikan diatas, dapat menambah sedikit wawasan kepada temen-teman
mahasiswa, dan saya berharap teman-teman tidak merasa puas dengan apa yang
sudah penulis paparkan. Kami sangat mengharapkan kritik maupun sarannya dari
teman-teman, demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah yang kami susun ini
bisa bermanfaat untuk kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
Sudarminta, J. Epistemologi dasar, pengantar filasat pengetahuan,
(yogyakarta; karisius, 2003)
Paulo Freire, Ivan Illich, Erich Fromm, dkk. Menggugat
Pendidikan Fundamentalis, Konservatif, Liberal, Anarkis, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2004)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar