MAKALAH
Islamisasi Perspektif Lokal dan
Global
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata
Kuliah
Pengantar Study Islam Nusantara
Disusun Oleh:
M. Bakhrudin
INSTITUT STUDY ISLAM FAHMINA
Kota Cirebon-Jawa Barat
2013
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah Yang Maha
Kuasa atas segala rahmat, inayah, taufik dan hidayah-Nya, sehingga penulis
dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang
sangat sederhana. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah limpahkan
kepada Nabi Muhammad SAW, kelurga,
sahabat, dan para pengikutnya yang setia hingg akhir zaman, Amiin.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan, baik
dari segi materi maupun dari cara penulisannya, keterbatasan pengetahuan dan
kurangnya pengalaman merupakan salah satu kendala dalam pengerjaan makalah ini,
sehingga penulis merasa bahwa makalah ini masih jauh dalam bentuk kesempurnaan.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya buat penulis sendiri dan
juga pembaca pada umumnya, penulis mengharapkan saran dan kritk yang sifatnya
membangun dari pembaca sekalian, sehingga penulis dapat memperbaiki bentuk
maupun isi makalah ini sehingga kedepannya bisa lebih baik.
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
1.2.
Rumusan
Masalah
1.3.
Tujuan
Pemikiran
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Proses
Islamisasi dan Perkembangan Islam di Indonesia
2.2. Situasi
dan Kondisi Umum Wilayah Nusantara
2.3. Teori Tentang Masuknya Islam ke Nusantara
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan
3.2. Saran
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Sejarah
masuknya Islam ke wilayah Nusantara sudah berlangsung demikian lama, sebagian
berpendapat bahwa Islam masuk pada abad ke-7 M yang datang lansung
dari Arab. Pendapat lain mengatakan bahwa Islam masuk pada abad ke-13, dan ada
juga yang berpendapat bahwa Islam masuk pada sekitar abad ke 9 M atau 11 M .
Perbedaan pendapat tersebut dari pendekatan historis semuanya benar, hal
tersebut didasari bukti-bukti sejarah serta peneltian para sejarawan yang
menggunakan pendekatan dan metodenya masing-masing.
Berdasarakan
beberapa buku dan keterangan sumber referensi sejarah, bahwa Islam mulai
berkembang di Nusantara sekitar abad 13 M . hal tersebut tak lepas dari
peran tokoh serta ulama yang hidup pada saat itu, dan diantara tokoh yang
sangat berjasa dalam proses Islamisasi di Nusantara terutama di tanah Jawa
adalah “ Walisongo”. Peran Walisongo dalam proses Islamisasi di tanah Jawa
sangat besar. Tokoh Walisongo yang begitu dekat dikalangan masyarakat muslim
kultural Jawa sangat mereka hormati. Hal ini karena ajaran-ajaran dan
dakwahnya yang unik serta sosoknya yang menjadi teladan serta ramah terhadap
masyarakat Jawa sehingga dengan mudah Islam menyebar ke seluruh wilayah
Nusantara.
1.2. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana proses
islamisasi di nusantara?
2.
Bagaimana situasi dan
kondisi wilayah nusantara?
3.
Bagaimana teori tentang
masuknya islam ke indonesia?
1.3. Tujuan
Adapun
tujuan dari makalah ini selain untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Islam
Nusantara, yaitu untuk mengetahui dan
menambah wawasan kepada para pembaca mengenai sejarah islam dinusantara,
serta dapat memberikan tambahan referensi bagi para pembaca.
BAB II PEMBAHASAN
Pada masa kedatangan
dan penyebaran Islam di Indonesia terdapat beraneka ragam suku, bangsa,
organisasi pemerintahan, struktur ekonomi, dan sosial budaya. Suku bangsa
Indonesia yang bertempat tinggal di daerah-daerah pedalaman, jika dilihat dari
sudut antropologi budaya, belum banyak mengalami percampuran jenis-jenis bangsa
dan budaya dari luar, seperti dari India, Persia, Arab, dan Eropa. Struktur
sosial, ekonomi, dan budayanya agak statis dibandingkan dengan suku bangsa yang
mendiami daerah pesisir. Mereka yang berdiam di pesisir, lebih-lebih di kota
pelabuhan, menunjukkan ciri-ciri fisik dan sosial budaya yang lebih berkembang
akibat percampuran dengan bangsa dan budaya dari luar.
2.1.
Proses Islamisasi di Indonesia
Menurut
Hasan Muarif Ambary ada tiga tahap proses islamisasi di Nusantara.
Pertama, fase kehadiran para pedagang muslim (abad ke-1 sampai ke-4 H).
Sejak permulaan abad Masehi kapal-kapal dagang Arab sudah mulai berlayar ke
wilayah Asia Tenggara. Akan tetapi apakah ada data tentang masuknya penduduk
asli ke dalam Islam? Meskipun ada dugaan bahwa dalam abad ke-1 sampai ke-4 H
terdapat hubungan perkawinan antara pedagang muslim dengan penduduk setempat,
sehingga mereka memeluk agama Islam. Pada abad ke 1-4 H / 7-10 M Jawa tidak
disebut-sebut sebagai tempat persinggahan pedagang. Mengenai adanya makam
Fatimah binti Maimun di Leran Gresik dengan angka tahun 475 H/1082 M bentuk
maesan dan jiratnya menunjukkan pola gaya hias makam dari abad ke-16 M. Fatimi
berpendapat bahwa nisan itu ditulis oleh orang Syiah dan ia bukan seorang
muslim Jawa, tetapi seorang pendatang yang sebelumnya bermukim di timur jauh.
Kedua, fase terbentuknya kerajaan Islam (13-16 M). Pada fase ini ditandai
dengan munculnya pusat-pusat kerajaan Islam. Ditemukannya makam Malik al-Shaleh
yang terletak di kecamatan Samudra di Aceh utara dengan angka tahun 696 H/1297
M merupakan bukti yang jelas adanya kerajaan Islam di Pasai. Historiografi
tradisional lokal, Hikayat Raja-raja Pasai dan Sejarah
Melayu Malik, menyebutkan penguasa pertama kerajaan Samudra Pasai
adalah Malik al-Shalih. Akan tetapi, di Barus telah ditemukan makam seorang
perempuan yang bernama Tuhar Amisuri dengan angka tahun 602 H. Hal ini
membuktikan bahwa pada permulaan abad ke-13 M sudah ada pemukiman masyarakat
Islam di Barus[1]..
Di Jawa
sudah ada bukti yang kuat tentang keberadaan masyarakat muslim, terutama di
pesisir utara. Adanya batu nisan batu nisan bekas pemakaman orang-orang Islam
di Trowulan dan Troloyo, dekat Mojokerto, yang diduga sebagai pusat pemerintahan
kerajaan Majapahit memberikan suatu gambaran bahwa makam-makam itu merupakan
makam-makam orang muslim Jawa dan bukan kuburan orang muslim Asing. Hal ini
dapat diketahui dari angka tahun angka tahun pada nisan itu yang menggunakan
angka tahun Saka dan Jawa Kuno, jarang menggunakan tahun Hijriyah. Batu nisan
yang pertama ditemukan di Trowulan berangka tahun Saka 1290 (1368-1369 M) dan
ada beberapa batu nisan di Troloyo yang memuat angka tahun Saka 1298
sampai 1533 (1376-1611 M)1).
Adapun
peninggalan tertua dari kaum Muslimin yang ditemukan di Indonesia terdapat di
Gresik, Jawa Timur. Berupa komplek makam Islam, yang salah satu diantaranya
adalah makam seorang Muslimah bernama Fathimah binti Maimun. Pada makamnya
tertulis angka tahun 475 H / 1082 M, yaitu pada jaman Kerajaan Singasari.
Diperkirakan makam-makam ini bukan dari penduduk asli, melainkan makam para
pedagang Arab.
Sejak
akhir abad ke-15 M dan permulaan abad ke-16 M pusat-pusat perdagangan di
pesisir utara, seperti Gresik, Demak, Cirebon, dan Banten telah menunjukkan
kegiatan keagamaan yang dilakukan oleh para wali di Jawa. Kemudian pada abad
ke-16 M kegiatan itu muncul sebagai kekuatan politik dengan adanya kerajaan
Demak sebagai penguasa Islam pertama di Jawa yang berhasil menyerang ibukota
Majapahit. Para wali dengan bantuan kerajaan Demak, kemudian Pajang dan Mataram
dapat mengembangkan Islam ke seluruh daerah-daerah penting di Jawa, bahkan di
luar Jawa, seperti ke Banjarmasin, Hitu, Ternate, Tidore, dan Lombok[2].
Ketiga fase
perlembagaan Islam. Agama Islam yang berpusat di Pasai tersebar luas ke Aceh di
Pesisir Sumatra, Semenanjung Malaka, Demak, Gresik, Banjarmasin, dan Lombok.
Bukti persebarannya ditemukan cukup banyak. Di Semenanjung Melayu ditemukan
bentuk-bentuk nisan yang menyerupai bentuk-bentuk batu nisan Aceh. Di Kuwin
Banjarmasin tepatnya di komplek pemakaman Sultan Suriansyah (Raden Samudra)
terdapat batu nisan yang mempunyai kesamaan dengan batu nisan yang ada di Demak
dan Gresik. Di pemakaman Seloparang terdapat sebuah batu nisan yang memiliki
gaya Jawa Timur.
Dalam masa
kedatangan dan penyebaran Islam di Indonesia, terdapat negara-negara yang
bercorak Indonesia-Hindu. Di Sumatra terdapat kerajaan Sriwijaya dan Melayu; di
Jawa, Majapahit; di Sunda, Pajajaran; dan di Kalimantan, Daha dan Kutai.
Agama Islam yang datang
ke Indonesia mendapat perhatian khusus dari kebanyakan rakyat yang telah
memeluk agama Hindu. Agama Islam dipandang lebih baik oleh rakyat yang semula
menganut agama Hindu, karena Islam tidak mengenal kasta, dan Islam tidak
mengenal perbedaan golongan dalam masyarakat. Daya penarik Islam bagi
pedagang-pedagang yang hidup di bawah kekuasaan raja-raja Indonesia-Hindu agaknya
ditemukan pada pemikiran orang kecil. Islam memberikan sesuatu persamaan bagi
pribadinya sebagai anggota masyarakat muslim. Sedangkan menurut alam pikiran
agama Hindu, ia hanyalah makhluk yang lebih rendah derajatnya daripada
kasta-kasta lain. Di dalam Islam, ia merasa dirinya sama atau bahkan lebih
tinggi dari pada orang-orang yang bukan muslim, meskipun dalam struktur
masyarakat menempati kedudukan bawahan.
Proses islamisasi di
Indonesia terjadi dan dipermudah karena adanya dukungan dua pihak, yaitu:
a.
Orang-orang muslim
pendatang yang mengajarkan agama Islam
b.
Golongan masyarakat
Indonesia sendiri yang menerimanya.
Dalam masa-masa
kegoncangan politik, ekonomi, dan sosial budaya, Islam sebagai agama dengan
mudah dapat memasuki & mengisi masyarakat yang sedang mencari pegangan
hidup, lebih-lebih cara-cara yg ditempuh oleh orang-orang muslim dalam
menyebarkan agama Islam, yaitu menyesuaikan dengan kondisi sosial budaya yang
telah ada. Dengan demikian, pada tahap permulaan islamisasi dilakukan dengan
saling pengertian akan kebutuhan & disesuaikan dengan kondisi
masyarakatnya. Pembawa dan penyebar agama Islam pada masa-masa permulaan adalah
golongan pedagang, yang sebenarnya menjadikan faktor ekonomi perdagangan
sebagai pendorong utama untuk berkunjung ke Indonesia. Hal itu bersamaan
waktunya dengan masa perkembangan pelayaran dan perdagangan internasional
antara negeri-negeri di bagian barat, tenggara, dan timur Asia[3].
Kedatangan
pedagang-pedagang muslim seperti halnya yang terjadi dengan perdagangan sejak
zaman Samudra Pasai dan Malaka yang merupakan pusat kerajaan Islam yang
berhubungan erat dengan daerah-daerah lain di Indonesia, maka orang-orang
Indonesia dari pusat-pusat Islam itu sendiri yang menjadi pembawa dan penyebar
agama Islam ke seluruh wilayah kepulauan Indonesia.
Tata cara islamisasi
melalui media perdagangan dapat dilakukan secara lisan dengan jalan mengadakan
kontak secara langsung dengan penerima, serta dapat pula terjadi dengan lambat
melalui terbentuknya sebuah perkampungan masyarakat muslim terlebih dahulu.
Para pedagang dari berbagai daerah, bahkan dari luar negeri, berkumpul dan
menetap disuatu daerah, baik untuk sementara maupun untuk selama-lamanya,
sehingga terbentuklah suatu perkampungan pedagang muslim. Dalam hal ini orang
yang bermaksud hendak belajar agama Islam dapat datang atau memanggil mereka
untuk mengajari penduduk pribumi.
Selain itu, penyebaran
agama Islam dilakukan dgn cara perkawinan antara pedagang muslim dgn anak-anak
dari orang-orang pribumi, terutama keturunan bangsawannya. Dengan perkawinan
itu, terbentuklah ikatan kekerabatan dengan keluarga muslim.
Media seni, baik seni
bangunan, pahat, ukir, tari, sastra, maupun musik, serta media lainnya,
dijadikan pula sebagai media atau sarana dalam proses islamisasi. Berdasarkan
berbagai peninggalan seni bangunan dan seni ukir pada masa-masa penyeberan
agama Islam, terbukti bahwa proses islamisasi dilakukan dengan cara damai.
Kecuali itu, dilihat dari segi ilmu jiwa dan taktik, penerusan tradisi seni
bangunan dan seni ukir pra-Islam merupakan alat islamisasi yang sangat
bijaksana dan dengan mudah menarik orang-orang nonmuslim untuk dengan
lambat-laun memeluk Islam sebagai pedoman hidupnya.
Dalam perkembangan
selanjutnya, golongan penerima dapat menjadi pembawa atau penyebar Islam untuk
orang lain di luar golongan atau daerahnya. Dalam hal ini, kontinuitas antara penerima
dan penyebar terus terpelihara dan dimungkinkan sebagai sistem pembinaan
calon-calon pemberi ajaran tersebut. Biasanya santri-santri pandai, yang telah
lama belajar seluk-beluk agama Islam di suatu tempat dan kemudian kembali ke
daerahnya, akan menjadi pembawa dan penyebar ajaran Islam yang telah
diperolehnya. Mereka kemudian mendirikan pondok-pondok pesantren. Pondok
pesantren merupakan lembaga yang penting dalam penyebaran agama Islam.
Agama Islam juga
membawa perubahan sosial dan budaya, yakni memperhalus dan memperkembangkan
budaya Indonesia. Penyesuaian antara adat dan syariah di berbagai daerah di
Indonesia selalu terjadi, meskipun kadang-kadang dalam taraf permulaan
mengalami proses pertentangan dalam masyarakat. Meskipun demikian, proses islamisasi
di berbagai tempat di Indonesia dilakukan dengan cara yang dapat diterima oleh
rakyat setempat, sehingga kehidupan keagamaan masyarakat pada umumnya
menunjukkan unsur campuran antara Islam dengan kepercayaan sebelumnya. Hal
tersebut dilakukan oleh penyebar Islam karena di Indonesia telah sejak lama
terdapat agama (Hindu-Budha) dan kepercayaan animisme.
Pada umumnya kedatangan
Islam dan cara menyebarkannya kepada golongan bangsawan maupun rakyat umum
dilakukan dengan cara damai, melalui perdagangan sebagai sarana dakwah oleh
para mubalig atau orang-orang alim. Kadang-kadang pula golongan bangsawan
menjadikan Islam sebagai alat politik untuk mempertahankan atau mencapai
kedudukannya, terutama dalam mewujudkan suatu kerajaan Islam.
2.2.
Situasi dan Kondisi Umum Wilayah Nusantara
Wilayah Nusantara yang nantinya disebut Indonesia ketika itu cakupannya
tidak hanya sebatas wilayah yang terletak antara 5054‘’ LU sampai 110LS
dan 95001’BT sampai 141002’BT setidaknya sama dengan
wilayah nusantara sebagaimana disebutkan dalam kitab Nagarakertagama masa
Majapahit. Posisi itu menunjukkan bahwa wilayah ini berada di daerah
khatulistiwa dan daerah tiupan angin musim Indo-Australia. Iklimnya berhawa
tropis dengan curah hujan tinggi. Iklim dengan angin musim menyebabkan adanya
musim kemarau dan musim penghujan dengan lama yang berbeda-beda untuk tiap
wilayah menurut keletakannya[4].
2.3.
Teori tentang masuknya Islam ke Nusantara
Penyebaran agama Islam di Nusantara pada umumnya berlangsung melalui dua
proses.
a.
Penduduk pribumi
berhubungan dengan agama Islam kemudian menganutnya.
b.
Orang-orang Asing Asia,
seperti Arab, India, dan Cina yang telah beragama Islam bertempat tinggal secara permanen di
satu wilayah Indonesia, melakukan perkawinan campuran dan mengikuti gaya hidup
lokal. Kedua proses ini mungkin sering terjadi secara bersamaan[5].
Mengenai proses masuk
dan berkembangnya agama Islam ke Indonesia, para sarjana dan peneliti sepakat
bahwa islami-sasi itu berjalan secara damai, meskipun ada juga penggunaan kekuatan
oleh penguasa muslim Indonesia untuk mengislamkan rakyat atau masyarakatnya.
Secara umum mereka menerima Islam tanpa meninggalkan kepercayaan dan praktek
keagamaan yang lama. Secara umum terdapat 3
teori besar tentang asal-usul penyebaran Islam di Indonesia, yaitu teori
Gujarat, teori Makkah dan teori Persia.
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan
a.
Proses islamisasi di
nusantara melalui beberapa proses yang panjang sehingga sampai saat ini
sejarahnya masih di kenal sepanjang waktu, dengan melalui proses yang sangat
panjang itu akhirnya islam di indonesia mengalami perkembangan yang semakin
maju dengan mengikuti perkembangan zaman.
b.
Pada masa kedatangan
dan penyebaran Islam di Indonesia terdapat beraneka ragam suku, bangsa,
organisasi pemerintahan, struktur ekonomi, dan sosial budaya.
c.
Mereka yang berdiam di
pesisir, terutama di kota pelabuhan, menunjukkan ciri-ciri fisik dan sosial
budaya yang lebih berkembang akibat percampuran dengan bangsa dan budaya dari
luar.
d.
Dalam masa
kedatangan dan penyebaran Islam di Indonesia, terdapat negara-negara yang
bercorak Indonesia-Hindu. Di Sumatra terdapat kerajaan Sriwijaya dan Melayu; di
Jawa, Majapahit; di Sunda, Pajajaran; dan di Kalimantan, Daha dan Kutai.
3.2. Saran
Semoga
apa yang penulis uraikan diatas, dapat menambah sedikit wawasan kepada
temen-temen mahasiswa, dan saya berharap teman-teman tidak merasa puas dengan
apa yang sudah penulis paparkan. Sehingga teman-teman mau menggali kembali
tentang sejarah islam di nusantara.
DAFTAR PUSTAKA
Hasan Muarif Ambary, Menemukan Peradaban Jejak Arkeologis dan
Historis Islam Indonesia (Jakarta: Logos, 1998),
M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modem (Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press,1991),
[1] Hasan Mu’arif
Ambary, Menemukan Peradaban Jejak Arkeologis dan Historis Islam Indonesia,
Jakarta: Logos, 1998, hlm. 58
[2] M.C.
Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,
1991), Hlm. 5
[3]
Http://elfanhidayat.blogspot.com/2011/10/islamisasi-di-nusantara.html
[4] Ibid
[5] M.C.
Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern, Op. Cit. Halaman 3
Tidak ada komentar:
Posting Komentar